Senin, 16 Juni 2014

Pemikiran Tokoh-Tokoh Ekonom Islam Tahap Ke-Tiga (738-1037 M).

1. Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M)
    Imam Abu Hanifah An-Nu’man bin Tsabit al-Kufiy merupakan orang yang faqih di negeri Irak, salah satu imam dari kaum muslimin, pemimpin orang-orang alim, salah seorang yang mulia dari kalangan ulama dan salah satu imam dari empat imam yang memiliki madzhab.
    Nasab dan Kelahirannya bin Tsabit bin Zuthi (ada yang mengatakan Zutha) At-Taimi Al-Kufi. Beliau adalah Abu Hanifah An-Nu’man Taimillah bin Tsa’labah. Beliau berasal dari keturunan bangsa persi. Beliau dilahirkan pada tahun 80 H pada masa shigharus shahabah dan para ulama berselisih pendapat tentang tempat kelahiran Abu Hanifah, menurut penuturan anaknya Hamad bin Abu Hadifah bahwa Zuthi berasal dari kota Kabul dan dia terlahir dalam keadaan Islam. Adapula yang mengatakan dari Anbar, yang lainnya mengatakan dari Turmudz dan yang lainnya lagi mengatakan dari Babilonia.
    Abu Hanifah adalah fukaha terkenal dan seorang pedagang dari Kufah yang saat itu merupakan pusat aktivitas perdagangan dan perekonomian. Salah satu transaksi yang sangat populer pada masa Abu Hanifah adalah Salam. Salam adalah menjual barang yang akan dikirimkan kemudian sedangkan pembayaran dilakukan secara tunai pada waktu akad disepakati. Abu Hanifah mengusulkan agar rincian jenis komoditi, mutu, kuantitas, waktu dan tempat pengiriman barang dinyatakan jelas dalam akad. Abu Hanifah memberikan persyaratan bahwa komoditi barang Salam harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan tanggal pengiriman. Salah satu kebijakan Abu Hanifah adalah menghilangkan ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi. Pengalamannya di bidang perdagangan memungkinkan Abu Hanifah dapat menentukan aturan-aturan yang adil dalam transaksi bisnis.  Abu Hanifah membebaskan zakat terhadap pemilik harta yang dililit utang dan tidak sanggup menebusnya. Abu Hanifah melarang pembagian hasil panen (muzara’ah) untuk tanah yang tidak menghasilkan apapun yang umumnya digarap kaum lemah.

2. Abu Yusuf
    Salah satu karya Abu Yusuf yang sangat monumental adalah Kitab al-Kharaj (buku tentang perpajakan). Kitab yang ditulis oleh Abu Yusuf ini bukanlah kitab pertama yang membahas masalah al-Kharaj atau perpajakan. Para sejarahwan muslim sepakat bahwa orang pertama yang menulis kitab dengan mengangkat tema al-Kharaj adalah Mu’awiyah bin Ubaidillah bin Yasar (W. 170 H), seorang Yahudi yang memluk agama Islam dan menjadi sekertaris khalifah Abu Abdillah Muhammad al-Mahdi (158-169 H/ 755-785 M). Namun sayangnya, karya pertama di bidang perpajakan dalm islam tersebut hilang ditelan zaman.
Penulusan kitab al-Kharaj versi Abu Yusuf didasarkan pada perintah dan pertanyaan khalifah Harun alr-Rasyid mengenai berbagai persoalan perpajakan. Dengan demikian, kitab al-Kharaj ini mempunyai orientasi birokratik karena itulis untuk merespon permintaan khalifah Harun ar-Rasyid yang ingin menjadikannya sebagi buku petunjuk administrative dalam rangka mengelola lembaga baitul mal dengan baik dan benar, sehingga Negara dapat hidup makmur dan rakyat tidak terdzalimi.
    Sekalipun berjudul al-Kharaj, kitab tersebut tidak hanya mengandung pembahasan tentangn al-Kharaj, melainkan juga meliputi berbagai sumber pendapatan Negara lainnya, seperti Ghanimah, Fai, Kharaj, ushr, jizyah, dan shadaqah, yang dilengkapi dengan cara-cara bagaimana mengumpulkan serta mendistribusikan setiap jenis harta tersebut sesuai dengan syari’ah Islam berdasarkan dalil-dalil naqliyah (al-Qur’an dan Hadist) dan aqliyah (Rasional). Metode penulisan dengan mengombinasikan dalil-dalil naqliyah dengna dalil-dalil aqliyah ini menjadi pembeda antara kitab al-Kharaj karya Abu Yusuf dengan kitab-kitab al-Kharaj yang muncul pada periode berikutnya, terutam kitab al-Karaj karya Yahya bin Adam al-Qarasy yang mnggunakan metode penulisan berdasarkan dalil-dalil naqliah saja.
    Penggunaan dalil-dalil aqliah, baik dalam kitab al-Kharaj maupun dalam kitabnya, hanya dilakukan Abu Yusuf pada kasus-kasus tertentu yang menurutnya tidak diatur didalam nash atau tidak terdapat hadist-hadist shahih yang dapat dijadikan pegangan. Dalam hal ini, ia menggunakan dalil-dalil aqliyah hanya dalam konteks untuk mewujudkan al-Mashlahah al-Ammah (kemaslahatan umum).
Pemikiran Ekonomi Abu Yusuf
    Dengan latar belakang sebagai seorang fuqaha beraliran ahl ar-Ra’yu, Abu Yusuf Cenderung memaparkan berbagai pemikiran Ekonominya dengan menggunakan perangkat analisis qiyas yang didahului dengan melakukan kajian yang mendalam terhadap al-Qur’an, hadist Nabi, atsar Shahabi, serta praktik para penguasa yang shalih. Landasan pemikirannya, seperti yang telah disinggung, adalah mewujudkan kemaslahatan umum. Pendekatan ini membuat berbagai gagasannya lebih relevan dan mantap.
    Kekuatan utama pemikiran Abu Yusuf adalah dalam masalah keungan publik. Dengan daya observasi dan analisisnya yang tinggi, Abu Yusuf menguraikan masalah keuangan dan menunjukkan beberapa kebijakan yang harus diadobsi bagi pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. Terlepas dari berbagai prinsip perpajakan dan pertanggungjawaban Negara terhadap kesejahteraan rakyatnya, ia memberikan beberapa saran tentang cara-cara memperoleh sumber pembelanjaan untuk pembangunan jangka panjang sperti membangun jembatan dan bendungan serta menggali saluran-saluran besar dan kecil.

Negara dan Aktivitas Ekonomi
    Dalam pandangan Abu Yusuf, tugas utama penguasa adalah mewujudkan serta menjamin kesejahteraan rakyatnya. Ia selalu menekankan pentingnya memenuhi kebutuan rakyat dan mengembangkan berbagai proyek yang berorientasi kepada kesejahteraan umum. Dengan mengutip pernyataan Umar bin Khattab, ia mengungkapkan bahwa sebaik-baik penguasa adalah mereka yang memerintah demi kemakmuran rakyatnya dan seburuk-buruk penguasa adalah mereka yang memerintah tetapi rakyatnya malah menemui kesulitan.
Abu Yusuf menyatakan bahwa Negara bertanggungjawab untuk memenuhi pengadaan fasilitas infrastruktur agar dapat meningkatkan produktifitas tanah, kemakmuran rakyat serta pertumbuhan ekonomi. Ia berpendapat bahwa semua biaya yang dibutuhkan bagi pengadaan proyek public, seperti pembangunan tembok dan bendungan, harus ditanggung oleh Negara.
Namun demikian, Abu Yusuf managaskan bahwa jika proyek tersebut hanya menguntungkan suatu kelompok tetentu, biaya proyek akan dibebankan kepada mereka sepantasnya. Pernyataan ini tampak telihat ketika ia mengomentari proyek pembersihan kanal-kanal pribadi.  Persepsi Abu Yusuf tentang pengadaan barang-barang public muncul dalam teori konvensional tentang keuangan public. Tori konvensional mengilustrasikan bahwa barang-barang social yang bersifat umum harus disediakan secara umum oleh Negara dan dibiayai oleh kebijakan anggaran. Akan tetapi, jika manfaat barang-barang public tersebut diinternalisasikan dan mengonsumsinya berlawanan dan mungkin menghalangi pihak yang lain dalam memanfaatkan proyek tersebut, maka biaya akan dibebankan secara langsung. Siddiqi membahas hal-hal ini bersamaan dengan penekanan Abu Yusuf atas pekerjaan umum terutama sarana irigasi dan jalan-jalan raya. Ia juga mendesak penguasa untuk mengambil tindakan-tindakan lain guna menjamin kemajuan pertanian.

Mekanisme Harga
    Berbeda dengan pemahaman saat itu yang berangapan bila tersedia sedikit barang maka harga akan mahal dan sebaliknya, Abu Yusuf menyatakan, tidak ada batasan tetentu tentang murah dan mahal yang dapat dipastikan. Hal tersebut ada yang mengaturnya. Prinsipnya tidak bisa diketahui. Murah bukan karena melimpahnya makanan,demikian juga mahal tidak disebabkan kelangkaan makanan. Murah dan mahal merupakan ketentuan Allah. Kadang-kadang makanan berlimpah, tetapi tetap mahal dan kadang-kadang makanan sangat sedikit tetapi murah. (Abu Yusuf, kitab al-kharaj Beirut: Dar al-Ma’rifah,1979, hlm.48 ). Dari pernyataan tersebut, Abu Yusuf tampknya menyangkal pendapat umum mengenai hubungan terbalik antara penawaran dan harga. Pada kenyataannya, harga tidak bergantung pada penawaran saja, tetapi juga bergantung pada kekuatan permintaan. Karena itu peningkatan atau penurunan harga tidak selalu berhubungan dengan penurunan atau peningkatan produksi. Abu Yusuf menegaskan bahwa ada vareabel lain yang mempengaruhi, tetapi dia tidak menjelaskan secara rinci. Bisa jadi, vareabel itu adalah pergeseran dalam permintaan atau jumlah uang yang beredar dalam suatu negara, atau penimbunan dan penahanan barang, atau semua hal tersebut. Patut dicatat bahwa Abu Yusuf menuliskan teorinya sebelum Adam Smith menulis The Wealth Of Nation. Karena Abu Yusuf tidak membahas lebih rinci apa yang disebutkannya sebagai vareabel lain, ia tidak menghubungkan fenomena yang diobsevasinya terhadap perubahan penawaran uang. Namun pernyataannya tidak menyangkal pengaruh dari permintaan dan penawaran dalam penentuan harga.
    Pada masa Rasulullah SAW; harga-harga melambung tinggi. Para sahabat mengadu kepada Rasulullah dan memintanya agar melakukan penetapan harga. Rasulullah SAW bersabda, tinggi rendahnya harga barang merupakan bagian dari ketentuan Allah, kita tidak bias mencampuri urusan dan ketetapanNya. Penting diketahui, para penguasa pada periode itu umumnya memecahkan masalah kenaikan harga dengan menambah supply bahan makanan dan mereka menghindari control harga. Kecenderungan yang ada pada dalam pemikiran ekonomi islam adalah membersihkan pasar dari praktek penimbunan, monopoli, dan praktek korup lainnya, dan kemudian membiarkan penentuan harga kepada kekuatan permintaan dan penawaran. Abu Yusuf tidak dikecualikan dalam hal kecenderungan ini.

Tidak ada komentar: