Senin, 16 Juni 2014

Pemikiran ekonomi islam pada zaman Rosulullah SAW

Sebelum Islam datang situasi kota Yatsrib sangat tidak menentu karena tidak mempunyai pemimpin yang berdaulat secara penuh. Hukum dan pemerintahan di kota ini tidak pernah berdiri dengan tegak dan masyarakat senantiasa hidup dalam ketidak pastiaan. Oleh karena itu, beberapa kelompok penduduk kota Yatsrib berinisiatif menemui Nabi Muhamad Saw. Yang terkenal dengan sifat al-amin (terpercaya) untuk memintanya agar menjadi pemimpin mereka. Mereka juga berjanji akan selalu menjaga keselamatan diri nabi dan para pengikutnya serta ikut memelihara dan mengembangkan ajaran Islam Nabi Muhammad Saw berhijrah dari kota Makkah ke kota Yatsrib sesuai dengan perjanjian,di kota yang bertanah subur ini, Rasulallah Saw disambut dengan hangat serta diangkat sebagai pemimpin penduduk kota Yatsrib. Sejak saat itu kota Yatsrib berubah nama menjadi kota Madinah.
    Madinah merupakan tempat yang baru bagi Rasulullah dimana harus membentuk suatu kekuatan baru dan memikirkan jalan untuk mengubah keadaan secara perlahan-lahan di kota mekkah dan madinah tentunya, serta mengatasi berbagai masalah utama yang bergantung pada faktor keuangan. Pasca Rosulullah hijrah ke Madinah, banyak hal yang dilakukan Rasulullah dalam pembaharuan berbagai aspek seperti Sosial atau kemasyarakatan, konstitusi, serta regulasi – regulasi lainnya terutama dalam aspek ekonomi. Dalam aspek ekonomi, Rasulullah meletakan dasar – dasar sistem keuangan Negara sesuai dengan aturan – aturan Al-Qur’an, seluruh paradigma berpikir di bidang ekonomi serta aplikasinya dalam kehidupan sehari-hari yang tidak sesuai dengan ajaran Islam di hapus dan di gantikan dengan paradigma baru yang sesuai dengan nilai-nilai Qurani, yakni persaudaran, persamaan, kebebasan dan keadilan.
    Madinah merupakan negara yang baru terbentuk dengan kemampuan daya mobilitas yang sangat rendah dari sisi ekonomi.Oleh karena itu,peletakan dasar-dasar sistem keuangan negara yang di lakukan oleh Rasulallah Saw.merupakan langkah yang sangat signifikan, sekaligus berlian dan spektakuler pada masa itu,sehingga Islam sebagai ssebuah agama dan negara dapat brkembang dengan pesat dalam jangka waktu yang relatif singkat.
Sistem ekonomi yag di terapkan oleh Rasulallah Saw.berakar dari prinsip-prinsip Qur’ani. Alqur’an yang merupakan sumber utama ajaran Islam telah menetapkan berbagai aturan sebagai hidayah (petunjuk) bagi umat manusia dalam aktivitas di setiap aspek kehidupannya, termasuk di bidang ekonomi. Prinsip Islam yang paling mendasar adalah kekuasan tertinggi hanya milik Allah semata dan manusia diciptakan sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Dalam pandangan Islam, kehidupan manusia tidak bisa di pisahkan menjdai kehidupan ruhiyah dan jasmaniyah, melainkan sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak terpisahkan, bahkan setelah kehidupan dunia ini.
    Dengan kata lain, Islam tidak mengenal kehidupan yang hanya memikirkan materi duniawi tanpa memikirkan kehidupan akhirat. Rasulullah  diriwayatkan  menolak  membentuk  pasar yang  baru  yang khusus  untuk  kaum  muslimin. Karena  pasar  merupakan  sesuatu  yang alamiah  dan  harus  berjalan  dengan  sunatullah. Demikian  halnya  dalam  penentuan harga dan  mata  uang  tidak  ada  satupun  bukti  sejarah  yang  menunjukan  bahwa  nabi  Muhamad membuat mata uang  sendiri.

I. Sistem Keuangan dan Pajak pada jaman Rasulullah
    Sebelum Nabi Muhamad s.a.w diangkat sebagai rasul dalam masyarakat jahilyah sudah terdapat lembaga politik semacam dewan perwakilan rakyat untuk ukuran masa itu yang disebut Darun Nadriah. Di dalamnya para tokoh Mekkah berkumpul dan bermusyawarah untuk menentukan suatu keputusan etika dilantik sebagai rasul mengadakan semacam lembaga tandingan untuk itu yaitu darul arqam. Perkembangan lembaga ini terkendala karena banyaknya tantangan dan rintangan sampai akhirnya Rasulullah memutuskan untuk hijrah ke Madinah. Ketika beliau hijrah ke Madinah maka yang pertama kali didirikan Rasulullah adalah Masjid (Masjid Quba). Yang bukan saja merupakan tempat beribadah tetapi juga sentral kegiatan kaum muslimin. Kemudian beliau masuk ke Madinah dan membentuk “lembaga” persatuan di antara para sahabatnya yaitu persaudaraan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar. Hal ini di ikuti dengan pembangunan mesjid lain yang lebih besar (Mesjid nabawi) yang kemudian yang menjadi sentral pemerintah.
    Untuk selanjutnya pendirian (lembaga) dilanjutkan dengan penertiban pasar. Rasulullah diriwayatkan menolak membentuk pasar yang baru yang khusus untuk kaum muslimin. Karena pasar merupakan sesuatu yang alamiah dan harus berjalan dengan sunatullah. Demikian halnya dalam penentuan harga dan mata uang tidak ada satupun bukti sejarah yang menunjukan bahwa nabi Muhamad membuat mata uang sendiri. Pada tahun-tahun awal sejak dideklarasikan sebagai sebuah negara, Madinah hampir tidak memiliki sumber pemasukan ataupun pengeluaran negara. Seluruh tugas negara dilaksanakan kaum musimin secara bergotong royong dan sukarela. Mereka memenuhi kebutuhan hidup diri dan keluarganya sendiri. Mereka memperoleh pendapatan dari bebagai sumber yang tidak terikat.
    Tidak hanya masa sekarang saja adanya sumber anggaran negara semisal pajak, zakat, kharaj dsb. Tetapi di Madinah juga pada masa rasulullah sudah ada yang namanya sumber anggaran pendapatan negara semisal pajak, zaka, kharaj dsb. Pajak (dharibah) itu sebenarnya merupakan harta yang di fardhukan oleh Alloh kepada kaum muslimin dalam rangka memenuhi kebutuhan mereka. Dimana Alloh telah menjadikan seorang imam sebagai pemimpin bagi mereka yang bisa mengambil harta dan menafkahkannya sesuai dengan objek-obyek tertentu. Dalam mewajibkan pajak tidak mengenal bertambahnya kekayaan dan larangan tidak boleh kaya dan untuk mengumpulkan pajak tidak akan memperhatikan ekonomi apapun. Namun pajak tersebut dipungut semata berdasarkan standar cukup. Tidak hanya harta yang ada di baitul mal, untuk memenuhi seluruh keperluan yang dibutuhkan sehingga pajak tersebut di pungut berdasarkan kadar kebutuhan belanja negara.

II. Sumber Pendapatan dan Pengeluaran Negara
a. Sumber pendapatan :
Uang tebusan untuk para tawanan perang (hanya khusus pada perang Badar, pada perang lain tidak disebutkan jumlah uang tebusan tawanan perang).
Pinjaman-pinjaman (setelah penaklukan kota Mekkah) untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslimin dari Judhayma/ sebelum pertemuan Hawazin 30.000 dirham (20.000 dirham menurut Bukhari ) dari Abdullah bin Rabia dan pinjaman beberapa pakaian dan hewan-hewan tunggangan dari Sufyan bin Umaiyah ( sampai waktu itu tidak ada perubahan ).
Khums atas rikaz harta karun temuan pada periode sebelum islam.
Amwal fadillah yaitu harta yang berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris, atau berasal dari barang-barang seorang muslim yang meninggalkan negrinya.
Wakaf yaitu harta benda yang didedikasikan oleh seorang muslim untuk kepentingan agama Allah dan pendapatnya akan disimpan di Baitul mal.
Nawaib yaitu pajak khusus yang dibebankan kepada kaum muslimin yang kaya raya dalam rangka menutupi pengeluaaraan negera selama masa darurat.
Zakat fitrah.
Bentuk lain sedekah seperti hewan qurban dan kifarat. Kifarat adalah denda atas kesalahan yang dilakukan oleh seorang muslim pada saat melakukan kegiatan ibadah.
Ushr.
Jizyah yaitu pajak yang dibebankan kepada orang-orang non muslim.
Kharaj yaitu pajak tanah yang dipungut dari kaum non muslim ketika wilayah khaibar ditakhlukkan.
Ghanimah.
Fa’i.
b. Sumber-sumber pengeluaran :
Biaya pertahanan seperti persenjataan, unta, dan persediaan.
Penyaluran zakat dan ushr kepada yang berhak menerimanya menurut ketentuan Al-Qur’an, termasuk para pemungut zakat.
Pembayarnan gaji untuk wali, qadi, guru, imam, muadzin, dan pejabat negara lainnya.
Pembayaran upah para sukarelawan.
Pembayaran utang negara.
Bantuan untuk musafir.
Bantuan untuk orang yang belajar agama di Madinah.
Hiburan untuk para delegasi keagamaan.
Hiburan untuk para utusan suku dan negera serta perjalanan mereka.
Hadiah untuk pemerintah negara lain.
Pembayaran untuk pembebasan kaum muslim yang menjadi budak.
Pembayaran denda atas mereka yang terbunuh secara tidak sengaja oleh para pasukan kaum muslimin.
Pembayaran utang orang yang meninggal dalam keadaan miskin.
Pembayaran tunjangan untuk orang miskin.
Tunjangan untuk sanak saudara Rasulullah.
Pengeluaran rumah tangga Rasulullaah Saw. ( hanya sejumlah kecil, 80 butir kurma dan 80 butir gandum untuk setiap istrinya ).
Persediaan darurat.

III. Baitul Mal
    Baitul mal adalah lembaga khusus yang mengenai harta yang di terima negara dan mengalokasikan bagi kaum muslim yang berhak menerimanya. Rosulullah mulai melirik permasalahan ekonomi dan keuangan negara setelah beliau menyelesaikan masalah politik dan urusan konstitusional di madinah pada masa awal hijriah.
    Pertama kalinya berdirinya baitul mal sebagai sebuah lembaga adalah setelah turunnya firman ALLAH SWT di Badr seusai perang dan saat itu sahabat berselisih tentang ghonimah:
”Mereka ( para sahabat) akan bertaanya kepadamu (Muhammad) tentang anfal, katakanlah bahwa anfal itu milik ALLAH dan Rosul, maka bertaqwalah kepada ALLAH dan perbaikilah hubungan diantara sesamamu dan taatlah kepada ALLAH dan RosulNya jika kalian benar-benar beriman”. (Qs. Al-Anfal : 1)
    Pada masa Rosulullah Saw Baitul mal terletak di masjid Nabawi yang ketika itu digunakakan sebagai kantor pusat negara serta tempat tinggal Rosulullah. Binatang-binatang yang merupakan harta perbendaharaan negara tidak disimpan di baitul mal akan tetapi binatang- binatang tersebut ditempatkan di padang terbuka. Pada zaman Nabi baitul mal belum merupakan suatu tempat yang khusus, hal ini disebabkan harta yang masuk pada saat itu belum begitu banyak dan selalu habis dibagikan kepada kaum muslim, serta dibelanjankan untuk pemeliharaan urusan negara. Baitul mal belum memiliki bagian- bagian tertentu dan ruang untuk penyimpanan arsip serta ruang bagi penulis.
    Adapun penulis yang telah diangkat nabi untuk mencatat harta antara lain;
1.Maiqip Bin Abi Fatimah Ad-Duasyi sebagai penulis harta ghonimah.
2.Az-Zubair Bin Al- Awwam sebagai penulis harta zakat.
3.Hudzaifah Bin Al- Yaman sebagai penulis harga pertanian di daerah Hijas.
4.Abdullah Bin Rowwahah sebagai penulis harga hasil pertanian daerah khaibar.
5.Al-Mughoirah su’bah sebagai penulis hutang-piutang & iktivitas muamalah yang dilakukan oleh negara.
6.Abdullah Bin Arqom sebagai penulis urusan masyarakat kabila- kabilah termasuk kondisi pengairannya.
    Namun semua pendapatan dan pengeluaran negara pada masa Rosulullah tersebut belum ada pencatatan yang maksimal. Keaadaan ini karena berbagai alasan:
1.Jumlah orang Islam yang bisa membaca dan menulis sedikit.
2.Sebagian besarr bukti pembayaran dibuat dalam bentuk yang sederhana.
3.Sebagian besar zakat hanya didistribusikan secara lokal.
4.Bukti penerimaan dari berbagai daerah yang berbeda tidak umum digunakan.
5.Pada banyak kasus, ghonimah digunakan dan didistribusikan setelah peperangan tertentu.

Tidak ada komentar: