Minggu, 18 November 2012

Teori hasil belajar menurut para ahli


Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa yang telah mengikuti proses belajar mengajar. Hasil pada dasarnya merupakan sesuatu yang diperoleh dari suatu aktivitas, sedangkan belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan perubahan pada individu, yakni perubahan tingkah laku, baik aspek  pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Hasil belajar merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan usaha tertentu. Dalam hal ini hasil  belajar yang dicapai siswa dalam bidang  studi tertentu setelah mengikuti proses belajar mengajar.
Menurut Benyamin S. Bloom (Sumarni, 2007:30) menyebutkan ada tiga ranah belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar merupakan keluaran dari suatu pemprosesan masukan. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatannya atau kinerja. Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam dua macam saja yaitu pengetahuan dan keterampilan. Masih menurut Sumarni (2007:30), pengetahuan terdiri dari 4 kategori, yaitu (1) pengetahuan tentang fakta, (2) pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, dan (4) pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri atas empat kategori, yaitu (1) keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif, (2) keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik, (3) keterampilan bereaksi atau bersikap, dan (4) keterampilan berinteraksi.
Adapun Soedijarto (Masnaini, 2003:6) menyatakan bahwa Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Hasil belajar dalam kerangka studi ini meliputi kawasan kognitif, afektif, dan kemampuan/kecepatan belajar seorang pelajar. Sedangkan Keller (Abdurrahman, 1999:39), mengemukakan hasil belajar adalah prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak, hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha (perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar) yang dilakukan oleh anak.
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dalam diri siswa itu sendiri dan faktor dari luar siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama kemampuan kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa,  juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan lain-lain.

Teori hasil belajar menurut para ahli


Hasil belajar adalah hasil yang dicapai oleh siswa yang telah mengikuti proses belajar mengajar. Hasil pada dasarnya merupakan sesuatu yang diperoleh dari suatu aktivitas, sedangkan belajar merupakan suatu proses yang mengakibatkan perubahan pada individu, yakni perubahan tingkah laku, baik aspek  pengetahuannya, keterampilannya, maupun aspek sikapnya. Hasil belajar merupakan istilah yang digunakan untuk menunjukkan tingkat keberhasilan yang dicapai oleh seseorang setelah melakukan usaha tertentu. Dalam hal ini hasil  belajar yang dicapai siswa dalam bidang  studi tertentu setelah mengikuti proses belajar mengajar.
Menurut Benyamin S. Bloom (Sumarni, 2007:30) menyebutkan ada tiga ranah belajar yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Hasil belajar merupakan keluaran dari suatu pemprosesan masukan. Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi sedangkan keluarannya adalah perbuatannya atau kinerja. Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi dan hasil belajar dapat dikelompokkan kedalam dua macam saja yaitu pengetahuan dan keterampilan. Masih menurut Sumarni (2007:30), pengetahuan terdiri dari 4 kategori, yaitu (1) pengetahuan tentang fakta, (2) pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, dan (4) pengetahuan tentang prinsip. Keterampilan juga terdiri atas empat kategori, yaitu (1) keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif, (2) keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik, (3) keterampilan bereaksi atau bersikap, dan (4) keterampilan berinteraksi.
Adapun Soedijarto (Masnaini, 2003:6) menyatakan bahwa Hasil belajar adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh pelajar dalam mengikuti program belajar mengajar sesuai dengan tujuan pendidikan. Hasil belajar dalam kerangka studi ini meliputi kawasan kognitif, afektif, dan kemampuan/kecepatan belajar seorang pelajar. Sedangkan Keller (Abdurrahman, 1999:39), mengemukakan hasil belajar adalah prestasi aktual yang ditampilkan oleh anak, hasil belajar dipengaruhi oleh besarnya usaha (perbuatan yang terarah pada penyelesaian tugas-tugas belajar) yang dilakukan oleh anak.
Hasil belajar yang dicapai siswa dipengaruhi oleh dua faktor utama yakni faktor dalam diri siswa itu sendiri dan faktor dari luar siswa atau faktor lingkungan. Faktor yang datang dari dalam diri siswa terutama kemampuan kemampuan yang dimilikinya. Faktor kemampuan siswa besar sekali pengaruhnya terhadap hasil belajar yang dicapai. Disamping faktor kemampuan yang dimiliki siswa,  juga ada faktor lain, seperti motivasi belajar, minat dan perhatian, sikap dan kebiasaan belajar, ketekunan, sosial ekonomi, faktor fisik dan lain-lain.

Sabtu, 10 November 2012

Do'a Puasa yang Shaih


“Biasanya Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam ketika berbuka membaca doa: Allahumma laka shumtu wa ‘alaa rizqika afthartu fataqabbal minni, innaka antas samii’ul ‘aliim.”
Hadits diatas diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunan-nya (2358), Adz Dzahabi dalam Al Muhadzab (4/1616), Ibnu Katsir dalam Irsyadul Faqih (289/1), Ibnul Mulaqqin dalam Badrul Munir (5/710)

Ibnu Hajar Al Asqalani berkata di Al Futuhat Ar Rabbaniyyah (4/341) : “Hadits ini gharib, dan sanadnya lemah sekali”. Hadits ini juga didhaifkan oleh Asy Syaukani dalam Nailul Authar (4/301), juga oleh Al Albani di Dhaif Al Jami’ (4350). Dan doa dengan lafadz yang semisal, semua berkisar antara hadits lemah dan munkar.

Hadis ini juga termasuk salah satu dari 12 hadits lemah dan palsu seputar Ramadhan yang ditulis oleh Yulian Purnama dan Muraja’ah Ustadz Abu Ukkasyah Aris Munandar dalam artikel muslim.or.id

Yang benar, doa berbuka puasa yang dicontohkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam terdapat dalam hadits:

كان رسول الله صلى الله عليه وسلم إذا أفطر قال ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

“Biasanya Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam ketika berbuka puasa membaca doa :

ذهب الظمأ وابتلت العروق وثبت الأجر إن شاء الله

Dzahabaz zhamaa-u wabtalatil ‘uruqu wa tsabatal ajru insyaa Allah

(‘Rasa haus telah hilang, kerongkongan telah basah, semoga pahala didapatkan. Insya Allah’)”

Hadits ini diriwayatkan oleh Abu Daud (2357), Ad Daruquthni (2/401), dan dihasankan oleh Ibnu Hajar Al Asqalani di Hidayatur Ruwah, 2/232 juga oleh Al Albani di Shahih Sunan Abi Daud.

Oleh karena itu, sebaiknya doa ini yang dibaca di saat berbuka puasa. Namun demikian, bukan berarti doa buka puasa yang pertama tidak boleh dipakai. Sebab, terkait dengan doa selama baik dan tidak bertentangan dengan syariat, itu boleh diamalkan.

Tangisan Ukhuwah

Seperih rasa sakit.. Sungguh, jauh berbeda dari hari sebelumnya. Rasanya, air mata tak ingin berdiam diri, melepas diri, menangis. Dan aku tahu, saat itu, ada perih yang terasa menyayat hati. Dan aku paham, ukhuwah itu tidaklah sunyi dari uji.“karena saat ikatan melemah, saat keakraban merapuhSaat salam terasa menyakitkan, saat kebersamaan serasa siksaanSaat pemberian bagai bara api, saat kebaikan justru melukaiAku tahu, yang rombeng bukan ukhuwah kitaHanya iman-iman kita yang sedang sakit, atau mengerdilMungkin dua-duanya, mungkin kau sajaTentu lebih sering, imankulah yang compang-camping ,,,

 “(Salim A Fillah )Yah, benar..Imanku sedang sakit, amalanku menurun dari semangatYah benar..Akulah yang sebenarnya tersalah, akulah  yang pantasnya terdakwa.Begitulah ukhuwah, atmosfer yang terkadang berganti. Menyengat, menyayat hati hingga sesekali menghalau air mata yang menandakan kesedihan.Mungkin, aku yang tak paham bahwa sahabatku juga tak  lepas dari ujiNya. Hingga terkadang sedih menyergapnya, masih saja ku tambah dengan ketidakpahamanku. Dan sungguh, aku juga tak lepas dari ujiNya. Hingga terkadang sedih sedang berhadir bertemu dengan ketidaktahuanmu. Dan akhirnya, harus kita tahu, ukhuwah itu sedang di uji. Saat ketidakpahamanku  dan ketidaktahuanmu menyatu tanpa melebur. 

Kita mungkin tahu, tapi tidak mau tahu.Apakah cinta dalam ukhuwah itu ada hanya ketika hati  tentram?Apakah cinta dalam ukhuwah itu hadir hanya saat hati bahagia?Lalu, kemana ia saat hati gerah memanas?Lalu, kemana ia saat hati tangis memerih?Mungkin, ia lagi bersembunyi, menghilang.Mungkin akan kembali, mungkin tidak.Begitulah ukhuwah, ia tak sepi dari uji.Begitulah sakitnya rasa cinta dalam ukhuwah, kala ia tak lagi sama dengan sebelumnya, hati terasa memerih, memerah tangis. Kala kata-kata mulai tidak seperti biasanya, segeralah hati merundung sedih. Kalau lah tidak ada rasa cinta, sungguh itu takkan terjadi, namun apakah harus bahagia atau bersedih?“Abu Bakr bersimpuh lalu menggenggam tangan sang Nabi. Ditatapnya mata suci itu dalam-dalam. ‘antara aku dan putra Al-Khattab,’ lirihnya, ‘ada kesalahpahaman. Lalu dia marah dan menutup pintu rumah. Aku merasa menyesal. Maka ku ketuk pintunya, kuucapkan salam berulangkali untuk memohon maafnya. Tapi, dia tidak membukanya, tak menjawabku, dan tak juga memaafkanku.’Tepat ketika Abu Bakr berkisah, ‘Umar ibn Khattab datang dengan resah. ‘sungguh aku di utus pada kalian,‘ sang nabi bersabda menghardik, lalu kalian berkata, ‘engkau dusta!’Wajah beliau tampak memerah, campuran antara murka dan rasa malunya yang lebih dalam dibanding gadis dalam pingitan.‘hanya Abu bakr seorang,‘ sambung beliau, ‘yang langsung mengiyakan,‘ engkau benar ! ’lalu dia membelaku dengan seluruh jiwa dan hartanya. Masihkah kalian tidak takut pada Allah untuk menyakiti sahabatku?’‘Umar berlinang, beristighfar dan berjalan bersimpuh mendekat.

 Tetapi tangis Abu Bakr lebih keras, derai air matanya bagai kaca jendela lepas. ‘tidak ya Rasulullah. Tidak. Ini bukan salahnya,‘ serunya terpatah-patah isak. ‘Demi Allah akulah yang memang yang keterlaluan.‘ lalu dia pun memeluk ‘Umar, menenangkan bahu yang terguncang. Mereka menyatukan rasa dalam dekapan ukhuwah, menyembuhkan luka.“Dan lihatlah, insan-insan terbaik ini pun tak lepas dari uji dalam ukhuwah mereka. Dan begitu pun kita, dan disini aku berada di posisi ‘Umar yang (mungkin) menyakiti hambaNya, dan disini aku berada di posisi Abu  Bakr yang (mungkin) memang keterlaluan.“Masihkah aku tidak takut menyakiti hamba Allah yang dicintaiNya, yang berkorban di jalanNya?“Sungguh, sebenarnya aku takut. Semoga aku berada diantara kemaafan sahabat-sahabatku atas ukhuwah yang belum kutunaikan haknya.

 Dan ketahuilah, kita hidup dalam kemaafanNya.“ Ya Rabb..Izinkan aku mencintai sahabat-sahabatku baik di kala ia ridho atasku dan baik di kala ia enggan atasku..Izinkan aku mengasihi sahabat-sahabatku baik di kala ia bahagia denganku dan baik di kala ia benci denganku..Izinkan kami mencintai karenaMu, hingga ujian dalam ukhuwah ini bisa kami lewati dengan kefahaman kami dan keridhoanMu. 

http://fimadani.com

“IHSD, Apakah IHSD itu?!”



                Mungkin diantara kita ada yang pernah mendengar kata IHSD, atau ada yang baru mendengar kata itu. IHSD itu apa sih? Ada apa dengan IHSD ? Mengapa menjadi sangat bersejarah khususnya bagi para muslimah? Sama gak ya dengan IHSG (Indeks Harga Saham Gabungan? Jelas beda. IHSD  merupakan kepanjangan dari “International Hijab Solidarity Day” yang diperingati setiap 4 September. Jadi gak rugi juga kalau kita mengetahuinya terutama buat kamu yang mengaku sebagai muslimah.
International Hijab Solidarity Day (IHSD) ini dilatarbelakangi oleh adanya keputusan pemerintah London yang melarang mahasiswa untuk memakai simbol-simbol keagamaan, sehingga banyak warga muslim yang memprotes keputusan ini. Hal  ini tentu aja menyulitkan muslimah untuk menutup aurat secara sempurna. Karena itu, pada tanggal 4 september 2004 diadakanlah konferensi London yang dihadiri oleh Syeikh Yusuf Al Qardawi, Prof Tariq R. dan juga 300 delegasi dari 102 organisasi Inggris International, yang kemudian menghasilkan keputusan :
1. Menetapkan dukungan terhadap penggunaan jilbab
2. Penetapan tanggal 4 september sebagai hari solidaritas jilbab internasional (IHSD)
3. Rencana aksi untuk tetap membela hak muslimah untuk mempertahankan busana takwa mereka.
                Selain itu, Marwa Al-Sharbini, 32 tahun, meninggal dunia karena ditusuk oleh seorang pemuda Jerman keturunan Rusia pada Rabu 1 September 2009 di ruang sidang gedung pengadilan kota Dresden, Jerman. Saat itu, Marwa akan memberikan kesaksian dalam kasus penghinaan yang dialaminya hanya karena ia mengenakan Hijab. Belum sempat memberikan kesaksiannya, ada seorang pemuda Jerman  menyerang Marwa dan menusuk ibu satu orang anak itu sebanyak 18 kali. Suami Marwa berusaha melindungi isterinya yang sedang hamil tiga bulan itu, tapi ia juga mengalami luka-luka dan harus dirawat di rumah sakit. Peristiwa ini menjadi salah satu latar belakang diperingatinya IHSD.
Sungguh luar biasa perjuangan mereka untuk tetap menjalankan perintah Allah dalam Q.S Al Ahzab : 59. ” Wahai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anakmu, dan wanita-wanita kaum muslim agar mereka mengulurkan jilbabnya keseluruh tubuh mereka, yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Hijab adalah kehormatan, hijab adalah kesucian, hijab itu adalah taqwa, hijab adalah iman, hijab itu adalah rasa malu. Bagaimana dengan kamu saudariku..? karena  MUSLIMAH itu ANUGERAH, kau LEMBUT tapi tidak LEMAH, MEMPESONA tapi tetap BERSAHAJA, kau mengerti bagaimana menjaga Akhlak dan Kemuliaanmu,itulah yang membuatmu ISTIMEWA.

Oleh : Tiar Sugiarti LDK UKDM UPI

bersamaMu


Ketika diri ini hina, Engkau tetap mengelusnya dengan cinta
Ketika diri ini jauh, Engkau yang menggerakan para perantaraMu untuk membuatku dekat lagi denganMu
Ketika masalah berdatangan, Engkau memberikan ketenangan dengan solusinya
Ketika diri ini terjatuh, Engkau yang membangkitkan
Ketika diri ini banyak berbuat kesalahan, Engaku memberi ampunan yang begitu besar
Kasih sayangMu yang tiada batas
karuniaMu yang tiada batas
rahmatMu yang tiada batas
Engkau gerakan ciptaanMu berdiri tegak bersamaku
Engkau kirim orang yang luar biasa yang pernah ada dalam sejarah peradaban
Yang mengenalkan cinta ketika kebencian hadir
Yang mengenalkan kedamaian ketika kerusuhan terjadi dimana-mana
Yang mengenalkan ilmu ketika akhlak itu tidak ada
Yang mengenalkan bahwa Engkau adal Rabb semesta alam
AsmaMu yang selalu dirindukan oleh jiwa-jiwa yang dekat denganMu

Selasa, 31 Juli 2012

Begitu Indah RencanaNya


Manusia hidup itu harus berencana, bagi saya rencana hidup bagi manusia adalah mutlak. Karena ketika kita hidup tidak bisa mengikuti apa yang ada, tapi dengan rencana hidup kita akan tahu tujuan hidup kita, arah hidup kita, tujuan hidup kita.
Pertanyaannya adalah apakah rencana-rencana itu akan mendekatkan kita padaNya, atau bahkan menjauhkan diri kita dariNya?
Teringat saat masuk ke kamar teman kuliah, deretan rencana hidupnya terpampang jelas di dinding kamarnya, progres dan evaluasi semuanya ditulis. Dengan bangga ia menjelaskan satu persatu dari apa yang dia tulis sebagai impiannya.  Cuma satu kata yang mewakili rasa kagumku, luar biasa. Tapi satu kekurangannya, impiannya hanya bersifat duniawi.
Sedangkan kita tahu, bahwa kita hidup didunia ini hanya sementara, hanya sebagai tempat singgah saja, hanya sebagai tempat untuk mencari bekal hidup, untuk kehidupan abadi kita yaitu kehidupan akherat.
Rencana hidup atau impian, akan lebih bermakna ketika rencana itu bukan hanya bersifat duniawi, tapi juga mempersiapkan diri mau seperti apa nanti saat kita meninggal.
Kalau tujuan kita hanya merencanakan yang bersifatnya duniawi saja, maka hanya kekecewaan saja yang kita dapat saat kita tidak bisa menggapai apa yang kita rencanakan, bagi saya walaupun rencana hidup yang sifatnya duniawi itu tercapai tapi tidak didasarkan atas Allah, maka hanya kebahagiaan semu yang kita dapat.
Sedangkan ketika rencana-rencana hidup kita, kita seimbangakan (tawadzun) antara kehidupan duniawi dengan kehidupan diakherat, dan didasarkan atas niat kita karenaNya, maka apapun yang terjadi kita akan menyerahkan hasilnya pada yang Maha Mengetahui, tugas kita hanya ikhtiar, dengan mengoptimalkan segala potensi yang kita miliki. Sama sekali tidak ada kekecewaan, karena kita yakin bahwa Dialah yang Maha Mengetahui apa yang terbaik untuk kita.
Rencana Allah itu jauh lebih indah, ketika kita yakin bahwa tidaka da yang terlepas dari ijinNya, apalagi kita sebgai manusia yang jelas-jelas Allah ciptakan sebagai Makhluk yang paling sempurna dibandingkan dnegan makhluk lainnya, daun saja tidak akan jatuh dari pohonnya walaupun diterpa badai dan angin kalau Allah belum mengijinkan. Sekali lagi, tugas kita adalah ikhtiar, berdo’a dan tawakal padaNya, tapi yang jelas yang namanya manusia itu harus hidup dengan membuat rencana yang jelas, dengan tujuan yang jelas, untuk menghindari kesia-sian dalam menjalani hidup ini. Maka “Tulislah rencana hidupmu seindah mungkin, biarlah Allah yang akan memilihkan apa yang terbaik untukmu, karena Allah akan memilihkan yang jauh lebih indah lagi”

Wahai Hati


Wahai Hati yang rapuh
Tidakkah kau tahu
Bahwa Allahlah yang akan menguatkanmu
Disetiap tangismu
Disetiap sesakmu
Disetiap keluhmu
Disetiap rintihanmu
Sampai engkau benar-benar menemukan ketenangan

Wahai hati yang keras
Tidakkah kau tahu
Bahwa Allah telah memperlihatkan keagunganNya
Bahwa Allah telah memperlihatkan kebesaranNya
Bahwa Allah telah memperlihatkan kekuasaanNya
Untuk kau renungi
Untuk kau syukuri
Sampai engkau benar-benar merasakan Kelembutan kasih sayangNya



Sabtu, 28 Juli 2012

CERPEN Karena Aku Cinta

Cinta bersemayam dalam jiwa-jiwa sang pencinta dan tempat yang teramat dalam dan paling rahasia, karena hanya dirilah yang tahu cinta yang seperti apa yang dirasakan. Cinta yang dirasa semu penuh nafsu, hanya akan bertahta pada jiwa-jiwa yang tandus dan penuh angkara, disanalah cinta tak akan mampu bertahan lama. Namun, jika cinta dirasa suci atasNya dan untukNya, ia datang dari tempat yang halus dan lembut, meluruh dalam kehangatan ridhaNya.
Cinta itu sebuah energi, yang mampu mengubah semuanya. Mengubah kebencian menjadi rasa sayang, mengubah perselisihan menjadi perdamaian, mengubah keegoisan menjadi pengorbanan. Dan aku cinta dengan jalan juangku menuju impianku, impian untuk bertemu dengan sang pemilik cinta sejati, impian yang akan banyak tebaran cinta untuk menemukan siapa dirinya dan untuk apa ia berada di bumiNya, impian dimana aku mampu mengubah manusia menjadi memanusiakan, yang akan mengubah bahkan menggemparkan dunia dengan karyanya, karena  setiap manusia mempunyai kemampuan yang ia mampu untuk menorehkan kemanfaatan untuk ummat, dan khususnya untuk tanah kelahirannya. Itulah kewajiban manusia yang akan diminta pertanggungjawaban kelak dihadapan Tuhannya, Tuhan yang Maha Luas Cintanya.
Aku tinggal disebuah kampung yang jauh dari apapun, bahkan teman-temanku bilang tempat tinggalku tidak ada di peta. Hmm, pernyataan gurauan dari teman-teman tapi terlalu sesak untuk dirasakan. Daerah ini bukan hanya jauh dari modernisasi yang masuk ke bangsa ini tetapi dari segi pendidikan pun sama sekali tak terjamah oleh mereka yang menyusun kurikulum, dari segi ekonomi pun kami jauh dari yang mereka bayangkan, oleh para pembuat kebijakan.
Cinta yang diajarkan oleh ummi dan almarhum ayahku. Cinta tentang perubahan, perubahan yang akan mengantarkan kami pada jannahNya, ya ayahku meninggal saat ia menyebrangi sungai untuk mengajar, jembatan yang hanya terbuat dari tali rapuh tapi banyak orang yang berlalu lalang melewatinya, untuk mencari nafkah.
Pernah suatu kali aku bertanya “kenapa ayah mau untuk mengajar tanpa di kasih upah? Padahal untuk beli beras saja ayah dapat dari kuli panggul”, ayah selalu dengan senyumnya yang lembut menjawab “karena ayah cinta, cinta. Cinta yang membuat ayah seperti ini, cinta itu membuat hati ayah untuk melakukannya, melihat anak-anak itu belajar membaca, menemukan jati dirinya, menemukan kemampuannya untuk dijadikan kemanfaatan bagi dirinya sendiri dan untuk ummat kelak dan perubahan yang akan mengantarkan ia kepada Tuhannya, dengan senyuman terindahnya”, sambil mengusap kerudungku yang berantakan karena habis dari sawah dengan ummi, lalu ummi menyahut dari dapur kecil kami “karena itu, ayahmu menamakanmu Cinta Nurul Huda, yang artinya dengan cinta kau menuju cahaya pengetahuan dan petunjuk, untuk dirimu sendiri dan untuk ummat kelak, untuk bangsa ini cinta”. Aku hanya terdiam tidak mengerti, karena mungkin usiaku waktu itu masih dini. Sekarang aku mengerti apa maksud namaku itu, dan karena aku merasakannya cinta itu juga.
Selepas SMA aku mendapatkan beasiswa untuk melanjutkan pendidikanku di bangku kuliah, di sebuah universitas terkemuka di bangsa ini. Tanpa berfikir lagi, ummi langsung mempersiapkan semua kebutuhanku dari mulai pakaian sampai garam masak pun dimasukkannya kedalam tas ransel.
Melihat ummi begitu semangat, aku teringat ayah dan dalam benakku berkata andai saja ayah masih hidup dia pasti bahagia mendengar berita ini dan andai dia masih hidup aku tidak ragu lagi meninggalkan ummi di kampung ini sendiri, ya tanpa sanak saudara. “cinta, kamu ngelamun?”, Tanya ummi menghentikan lamunanku, aku hanya tersenyum. “jangan khawatir cinta, ada Allah yang akan menemani ummi disini. Kamu disana harus belajar yang sungguh-sungguh dan cepat kembalilah kesini, disini kamu bukan hanya harapan ummi tapi masyarakat disini”, nasehat ummi seolah-olah ummi tahu isi pikiranku. Sambil menunjuk anak remaja diluar rumah kami ummi melanjutkan nasehatnya untukku, sebelum pergi. “lihat itu cinta, andai saja ia sekolah maka dia tidak akan membantu menjadi kuli panggul padi disini, tapi ia menyumbangkan ide-ide cemerlangnya untuk perubahan dikampung kita bahkan untuk Negara ini”. ah ummi, kau begitu sosok luar bias untukku, rasa syukur yang tiada tara untukku ungkapkan padaNya karena aku terlahir dari rahim wanita yang begitu luar biasa, dan dari seorang ayah yang selalu berfikir untuk ummat. Padahal ayah hanya lulusan SMP dan ummi hanya lulusan SD.
Aku langsung memeluknya, dalam hati aku berjanji aku akan kembali dan mengubah semuanya. Tanpa terasa air mataku mengalir, dan takut ummi menyadarinya aku langusng mengusap air mataku, aku malu jika aku menangis dihadapanya, ummi tidak pernah berkeluh kesah walau kehidupan yang ia rasakan begitu pahit dan bahkan membuat penglihatannya tidak setajam dulu, karena ummi sering panas-panasan menjadi kuli penanam padi.
Aku di antar ummi menuju jalan raya, untuk naik bus. Aku berjalan menapaki gang kecil pemisah sawah. Disetiap langkahnya, aku berjanji dan terus berjanji, kelak ketika aku diberikan umur panjang aku akan kembali, dan itu karena aku cinta. Aku akan merindukan kampung ini, kampung yang mengajarkanku banyak hal, bahkan tentang cinta. Setiap orang yang ku temui, mereka mengusap kerudungku, dengan senyum ketulusan mereka mengucapkan “semoga kau selalu dalam lindungannya, cepat kembali, kami akan menunggumu cinta”. Aku hanya mengangguk, tak sanggup satu patah kata pun yang terucap, hati ini terus memuji kebesaranMu, dan bismillah. Tentu mereka banyak menggantungkan harapannya padaku, karena bisa dihitung anak-anak disini yang melanjutkan sekolah bahkan hanya aku yang melanjutkan ke bangku kuliah, teman-teman sebayaku selepas SMP dan SMA mereka langsung menikah dan kerja di sawah.
Ummi memelukku, ketika bus yang ku tunggu datang. “hati-hati dijalan cinta, ummi akan selalu mendo’akanmu” ucap ummi lirih, “jaga kesehatan ummi, dan..” aku tidak kuat lagi berkata-kata dan tangisku langsung pecah. Pelukkan umi semakin kuat, “kamu tidak sendiri cinta, selalu ada Allah bersamamu” ucap ummi didekat telingaku.
Bus melaju dengan cepat, tapi tidak secepat aku melupakan tanah kelahiranku, aku semakin rindu. Jalan begitu ramai, tapi kenapa hati ini masih terasa sepi. Aku merindukan ummi, merindukan kampungku, ku buka ranselku dan aku ambil foto kecilku bersama ummi dan ayah, aku merindukan kalian. Ku pandangi wajah almarhum ayah, aku masih ingat ketika rumah kami kebanjiran karena hujan deras, bukan barang-barang yang ayah selamatkan tapi buku-bukuku dan aku masih ingat kata-katanya, “ini yang lebih berharga cinta, bukan karena bukunya tapi karena isi bukunya, ini tidak bisa dinilai dengan apapun”. Ah ayah, aku sangat merindukanmu. Tanpa terasa air mata menetes tepat di foto wajah ayah.
Bus terus berjalan, menuju kota impian bagi para pencari ilmu. Kota harapan, yang bukan hanya orang-orang yang mencari ilmu saja yang datang kesina, tapi untuk orang-orang yang ingin mengadu nasib juga, mereka datang tanpa ada bekal yang cukup, baik finansial maupun keahlian, hanya berlandaskan keyakinan, yah mereka benar-benar mengadu nasib. Kota harapan bagi mereka yang mencita-citakan perubahan. Kota yang tidak ada lagi para petani berjalan di sawah, tapi kota yang orang-orangnya berlalu-lalang di gedung-gedung besar.
Kulihat disampingku, seorang ibu-ibu yang mungkin sebaya dengan ummi, ia menggendong bayinya, lucu. Mungkin, dulu juga aku seperti itu, merepotkan ummi dan ayah. Ku lihat sebelah jendela bus, melewati pohon-pohon besar dan gedung-gedung tinggi sudah terlihat. Biarlah ku torehkan cerita di sepanjang jalan ini, dan ketika aku kembali akan menjadi saksi bahwa aku kembali dengan membawa secercah kebahagiaan untuk mereka.
Sesampainya di kota harapan, aku diantarkan oleh salah satu pengurus asrama di kampus menuju kamar yang akan ku tempati, “kamu akan tinggal dikamar ini sama mahasiswi yang bernama Alin, dia dari Bogor” jelasnya. Aku hanya mengangguk dengan seulas senyuman.
Tidak lama kemudian, saat aku sedang merapihkan baju-bajuku ke lemari, tiba-tiba pengurus asrama yang tadi mengantarkanku. Kayanya ini yang namanya alin, batinku. Anak itu langsung duduk dikasur dan menangis, aku sempat kebingungan kenapa anak ini tiba-tiba nangis. “alin kenapa?” tanyaku, tanpa basa basi. Dia membuka tangannya yang dari tadi menutupi mukanya, dan langsung memelukku. “aku enggak mau tinggal disini, aku enggak betah ditempat yang semuanya di atur, aku ingin pulang” tuturnya. Aku hanya memeluknya, mengusap air matanya. Kata almarhum ayah, “jangan banyak bicara, apalagi kalau cinta belum kenal seperti apa sifatnya, kalau sudah tahu sifatnya cinta bisa menasehatinya agar tidak ada salah faham”.
Hari demi hari berlalu, aku dan alin sudah bisa dekat. Dia orangnya mudah untuk menerima orang baru, bahkan orang sepertiku, yang dari kalangan bawah. Alin setiadewi, terlahir dari seorang ibu yang sibuk dengan dunia karir sebagai designer dna dari seorang ayah yang sibuk di perusahaan. Setiap malam, sebelum tidur alin selalu cerita tentang keluarganya, sahabat-sahabatnya, hobinya yang pergi ke mall dan pacarnya. Aku ingin jadi pendengar yang baik untuk alin, jadi ingat nasehat ummi, “kalau ingin mengajarkan yang baik-baik pada orang lain, buatlah mereka nyaman dulu pada kita”.
            Alin sedikit demi sedikit sudah bisa ku nasehati, biar tidak malas belajar. Dan berprasangka baik pada kedua orang tuanya. Dan aku juga sudah sibuk dengan studiku, dengan organisasiku, aku bergabung dengan Badan Eksekutif Mahsiswa dan Ikatan Keluarga Muslim.
Sangat berbeda, ketika aku menjadi seorang siswa dan sekarang mahasiswa. Sekarang aku bisa paham kenapa mashiswa sering turun kejalan, ketika ada kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak sesuai atau menjdzolimi rakyat. Sekarang aku bisa memasukkan isu tentang daerahku, bukan karena ingin daerah aku saja yang diperbaiki tapi aku juga akan mengangkat daerah-daerah yang memang tertinggal. Saat ada isu tentang kemiskinan, maka aku mengakat daerahku sebagai bukti, saat ada isu tentang pendidikan yang ternyata masih belum bisa dirasakan oleh rakyat sepenuhnya maka aku juga mengangkat daerahku sebagai buktinya.
Kami mengadakan aksi di jalan-jalan menyuarakan keadilan, bukan karena kami ingin dipandang sebagai pahlawan, bukan juga kami ingin merusak rencana-rencana pemerintah untuk kemajuan bangsa ini, tapi disini kami ingin memperlihatkan pada mereka yang pemegang kekuasaan bahwa ada rakyat yang berada digaris kemiskinan, ada anak-anak yang belum merasakan bangku sekolah.
Lelah memang lelah ketika aku ikut turun kejalan, panas bukan lagi rintangan, terkadang terkena pukul dari para aparat, tidak digubris sama orang-orang pemegang kekuasaan tidak menyurutkan semangatku untuk tetap berada dibarisan orang-orang yang menyuarakan keadilan, mungkin ini yang disebut cinta. Ya, karena aku cinta, aku cinta kepada mereka yang ingin sekolah, aku cinta pada mereka yang ingin bekerja untuk tidak berada dalam garis kemiskinan. Semua ini, aku lakukan karena aku cinta.
Ternyata, aku juga ikut turun kejalan bersama mahasiswa muslim lainnya ketika Palestina sebagai sasaran biadab israil, kami disini bukan hanya mereka saudara seiman kami, tapi kami disini menyuarakan hak dan kewajiban sebagai Negara yang merdeka, tentang prikemanusiaan, tentang kehidupan.
“Kamu jangan terlalu sibuk dengan oragnisai cinta, nanti kuliahmu berantakan”, nasehat alin. Aku balas dengan senyuman, “kau sekarang udah jadi ibu-ibu ya? Udah bisa nasehatin juga, hehe” candaku. Alin langsung menekuk wajahnya, aku tahu alin itu suka ngambek jadi cepat-cepat aku ambil posisi “terima kasih saudariku, insya allah organisasi itu bukan halangan atau hambatan kita untuk berprestasi, tapi justru pelajaran yang sangat berharga yang tidak bisa didapatkan dibangku kuliah lin”, tuturku, “kamu enggak capek ta, waktu istirahatmu tersita untuk mengurusi ini dan itu?” tanyanya, “karena aku cinta lin, jadi walaupun lelah tidak tersa lelah, karena aku cinta padaNya” jelasku. Alin hanya diam, dan menyubit pipiku.
Sudah hampir tiga tahun aku disini, aku rindu sama ummi, rindu untuk berziarah ke makam ayah. Alin bisa pulang kapan saja, kalau aku harus berfikir ulang untuk pulang, ongkos buat pulang bisa aku manfaatkan untuk beli buku-buku kuliahku.
Uang dari hasil kiriman-kiriman artikelku tentang ekonomi, karena aku jurusan ekonomi jadi aku buat artikrl-artikel yang menghubungkan antara teori yang aku dapat dengan kenyataan yang ku lihat, sebagai tambahan tabunganku untuk mengirim uang buat ummi. Karena artikel-artikel yang aku buat dilirik sama pembaca, maka Dosen menyarankan aku untuk ikut ajang kompetisi karya ilmiah. Aku susun rencana, untuk mengambil daerahku sebagai objek penelitianku.
Aku berada didalam barisan para finalis kompetisi karya nyata mahasiswa, untuk mempresentasikan hasil penelitian kami didepan para juri, para pejabat pemerintah sebagai perwakilan, dan dari para dosen perwakilan universitas-universitas di bangsa ini. gugup memang gugup, tapi ini kesempatan bagiku untuk memperjuangkan hak-hak didaerahku, batinku menguatkan. Beberapa jam kemudian, kini giliranku untuk memprentasikan. Bismillah ucapku dalam hati
“karya penelitianku, tentang pendidikan. pedidikan itu merupakan usaha sadar seseorang untuk mengubah dari yang tidak baik menjadi baik, bertambahnya wawasan, dan sebagainya. Dan intinya pendidikan itu memanusiakan manusia,  bahkan dalam ekonomi pembangunan pun menjelaskan ekonomi memang hal yang sangat penting untuk kesejahteraan tapi jauh lebih penting untuk memanusiakan manusia, ketia manusia itu sudah mempunyai kesadaran akan hak dan kewajibannya sebagai manusia maka pertumbuhan ekonomi itu akan tumbuh dengan sendirinya, karena kualitas sumber daya manusianya. Bukankah penyadaran manusia untuk menjadi manusia yang berkualitas itu dengan pendidikan? bukankah maju mundurnya suatu Negara, dilihat dari kualitas manusianya? Tapi kenapa? Kenapa pendidikan itu belum dirasakan seluruh rakyat bangsa ini? bukankah ini sebagai aset terbesar yang dimiliki bangsa?”
Aku berhenti mengambil nafas, entahlah yang ku sampaikan bukan hanya hasil penelitianku, tapi ada sesuatu hal yang membuatku terasa sakit saat berbicara daerahku sebagai bukti ketertinggalan pendidikan, bahkan ketika aku mengingat ketika ayah terjatuh dari jembatan rapuh untuk mengajar, untuk perubahan. Teman-temanku berhenti sekolah karena tidak punya uang untuk membeli buku, toni teman sebangkuku meninggal karena menolongku ketika bangunan sekolah roboh saat musim hujan turun, aku dan para masayarakat hanya makan dengan singkong saat musim kemarau datang. Dadaku semakin sesak, ketika mengingat semua itu, Illahi Rabbi, aku tahu ini rencanaMu, maka kuatkanlah hambaMu yang lemah ini.
“Lanjutkan cinta” suara moderator mengingatkanku, ku tarik nafas panjang dan ku lanjutkan “tapi pada kenyataannya tidak seperti itu, aset bangsa itu terabaikan, mereka masih banyak anak yang ingin sekolah tapi tidak didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai, buktinya didaerah cikesak, tempat tinggalku. Ini bukan karanganku, tapi data statistik yang ku dapat dari BPS menunjukkan didaerah cikesak pendidikan yang bisa dirasakan oleh masyarakat disana hanya 10%, dan itu hanya sampai tingkat Sekolah Menengah Pertama” jelasku.
Tiba-tiba seorang perwakilan dari pejabat pemerintahan mengacungkan tangan, “ya, silahkan untuk mengajukan pertanyaan” moderator mempersilahkan. “jadi, kau menyalahkan pemerintah, begitu? Terus apa solusi menurut kamu? Karena disini bukan berbicara fitnah” jelas perwakilan dari pejabat pemerintahan dengan nada tinggi, bukan kaget lagi otakku langsng berfikir ulang, apakah ada kata-kata yang merujuk pada fitnah? Rabbi, tunjukkan bahwa yang benar itu benar dan yang salah itu salah, bahwa ini bukan kebohongan tapi kebenaran. Lancarkanlah lisan ini untuk menjawab kebenaran itu.
“yah, silahkan saudari cinta, jawab pertnyaannya” moderator mengingatkanku, “disini, saya tidak pernah mencari kekurangan yang dimiliki pada salah satu pihak, tapi disini saya mencari solusi untuk melengkapi kekurangan itu. Bukan hanya pemerintah dan rakyat saja, tapi seluruh lapisan yang ada dibangsa ini, pengusaha, pedagang, bahkan sampai para petani pun ikut berperan disini. Pendidikan, bukan hanya tanggungjawab orang tua dan pemerintah, tapi tanggungjawab semuanya. Mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan dihati bapak ibu sekalian. Tapi ingatlah, saya disini bukan untuk mengumbar fitnah tapi menyampaikan kebenaran, bahwa saudara-saudara kita disana masih ada yang belum mersakan hidup merdeka seperti kita, merdeka itu bukan hanya kita telah lepas dari para penjajah, tapi merdeka dalam hal kita mendapatkan hak dan kewajiban kita”. Jelasku, walaupun dari rasa gugup tapi inilah kebenaran, dan aku lakukan ini karena aku cinta, yah cinta yang membuatku berenergi untuk melakukan ini, bahkan sampai orang-orang membenciku pun tidak masalah bagiku, karena aku cinta, cinta untuk mengungkapkan kebenaran itu.
“kita selalu disibukkan dengan rencana-rencana luar biasa, tapi kita tidak pernah melihat apakah rencana luar biasa itu bisa dirasakan oleh orang lain? Apakah rencana luar biasa itu hanya kita saja yang merasakan?. Tentu tidak, berdirinya saya bahkan mereka yang menyuarakan tentang nasib rakyat itu, bukan ingin dikatakan sebagai pahlawan, tapi sebagai perantara dari kehidupan rakyat yang begitu memilukkan bagi saya bahkan bagi kami. Kita lihat, seperti apa objek yang akan kita bangun? Permasalahannya apa? disanalah kita merumuskan bagaimana cara untuk membangun objek itu, pun ketika kita ingin membangun bangsa ini, permasalahannya di pendidikan yang belum dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat, objek yang kita bangun adalah manusia, yang mempunyai cipta, rasa dan karsa. Bayangkan, jika aset itu kita bangun, kita kembangkan, tidak ada kata mungkin lagi untuk kita sebagai Negara yang maju. Diskusikan dengan para pembuat kebijakan di kampus, untuk mengabdikan karyanya demi masyarakat. Sosialisasikan pada masyarakat yang masih awam tentang pentingnya pendidikan. ciptakan lulusan pelajar itu bukan hanya mencari pekerjaan, tapi menciptakan lapangan pekerjaan. Pemerintah, buat kebijakan yang mendukung pendidikan dan berlangsungnya perekonomian, bukan hanya di kota tapi di desa-desa terpencil. Apalagi sekarang ada otonomi daerah, dengan itu setiap daerah bisa memajukan daerahnya masing-masing, sesuai dnegan kemampuannya”.
Aku menundukkan kepalaku, terasa bumi terhenti dari perputarannya, nafasku tersendat, perih mengingat ketika aku berjalan di trotoar jalan raya, aku masih melihat anak-anak kecil mengais makanan sisa, uang hasil jualan koran mereka tidak cukup untuk membeli makanan enak, yang terkadang orang kaya membuang makanan sisa itu dengan mudahnya.
Aku mengangkat kepalaku, semua orang yang ada didepanku terpenganga, entah karena penjelasanku yang tidak mereka pahami, karena bahasaku yang semrawut. Atau entah kenapa? Rabbi, ini aku lakukan karenaMu. Beberapa menit, suasana hening. Dan tiba-tiba ada seorang dosen berdiri dan bertepuk tangan, “luar biasa” nadanya keras sampai terdengar ke luar. Dan semua orang berdiri, pun bertepuk tangan.
Sebulan setelah kompetisi itu, dengan membawa piala dari mentri pendidikan nasional. Ada tawaran dari pengusaha-pengusaha yang datang waktu itu untuk membantu dan menyumbangkan untuk sarana dan prasarana di daerahku. Dan penelitian yang waktu itu, diloloskan oleh dosen dijurusanku untuk skripsi, sebagai prasyarat kelulusanku. Ini janjiMu, ketika kau memudahkan urusan orang lain, maka Dia akan memudahkan setiap urusanmu.
Dua hari lagi aku ujian sidang, aku mengabari ummi dikampung, meninta do’a sekaligus mengabari aku akan pulang. Ku dengar suara ummi yang serak, mungkinkah dia menangis? “cepatlah pulang cinta, ummi ingin melihatmu menebarkan cinta dan semangat perubahan itu, utnuk terakhir kalinya”. Aku hanya terdiam, kata-kata ummi masih belum ku mengerti, tapi intinya aku akan membawa perubahan itu. Sudah hampir 4 tahun aku tidak melihat ummi, ah ummi aku sungguh merindukanmu. Walaupun kami jauh, selalu ku panjatkan do’a sebagai pengikat hati, bahwa hanya jasad kami yang berjauhan tapi hati kami selalu bersama.
Ujian sidang skripsi telah ku lalui, ada tawaran untuk mengajar di SMA Favorit di kota ini. Tapi aku langsung menolaknya, karena ada cinta-cinta dikampung halamanku yang sedang menungguku. Ah, wajah-wajah polos situ membuatku rindu. Rindu dengan persawahan yang sejuk dengan aliran sungai disampingnya, jernih. Rindu dengan burung-burung yang hinggap dijalan-jalan saat matahari mau terbenam.
Aku pamitan sama alin, “terimakasih untuk semuanya, kau mengajariku banyak hal, tentang kehidupan, tentang masa depan dan bahkan tentang kehidupan akherat kelak” kata alin sambil menangis di bahuku, ah alin andai kamu tahu begitu banyak kekuranganku, tapi Dia masih sayang sama hamba yang hina ini, masih menutupi aib-aibnya. Hidup denganmu juga, adalah pelajaran berharga untukku. Terima kasih, semoga kelak kita dipertemukan kembali.
Hari ini, detik ini aku, aku menginjakkan kakiku setelah 4 tahun meningglakan tanah kelahiranku. Udara ini, udara yang ku rindukan, lumpur-lumpur sawah ini wangian yang ku rindukan, ummi aku datang. Anak-anak kecil berlarian mengerumuniku, anak-anak yang dulu aku mengajar saat waktu aku maish di SMA. Bapak-bapak dan ibu-ibu, datang menjengukku, menanyakan bagaimana aku mampu hidup 4 tahun di kota.
Sebulan aku berada disini, pengusaha-pengusaha dan tentunya atas bantuan pemerintah juga, yang dulu menawarkan bantuan ke desa ini, sudah memenuhi janjinya. Membuat perpustakaan, membuat renovasi sekolah, membuat jembatan penghubung, pengajar relawan pun berdatangan, mensosialisasikan koperasi pada para warga, dan tentunya mengajar ngaji anak-anak dirumahku, rumah reot ini.
Ku pandangi wajah ummi, ketika ummi tertidur. Ummi, maafkan cinta, selama ini cinta sibuk dengan yang lain tanpa memperhatikan wajah ummi, kini wajahmu semakin lelah. Ku pegang tangannya, kasar. Dengan tangan ini, ummi membentukku jadi pribadi yang sekarang. Tangan ini, yang setiap hari menanam atau mengurus padi-padi disawah orang untuk menghidupiku dan membantu ayah. Ku pandangi sekeliling rumah dari setiap sudut, tidak ada yang berubah hanya papan-papan yang dijadikan sebagai tembok sudah mulai rapuh.
“kamu belum tidur cinta?” kata ummi mengagetkanku, cepat-cepat aku usap air mataku yang tidak terasa mengalir. Aku hanya tersenyum. Tiba-tiba ummi mengambil sesuatu bungkusan dari lemari rapuhnya, “uang kirimanmu ummi simpan cinta, kelak uang ini kau gunakan untuk keperluan pribadimu, untuk kamu menikah. Entah kenapa beberapa kali ummi bermimpi  menemui seseorang yang mukanya bercahaya dan mengatakan akan tiba waktunya. Jadi, khawatir ummi tidak bisa hadir dihari bahagiamu, ummi kumpulkan uang kirimanmu” jelas, ummi. Ummi, kenapa kau berbicara seperti itu, bukankah kematian itu sebuah misteri? Ku pegang tangannya, hangat sekali. Kurangkul tubuh kurusnya, dengan erat. Ummi mengusap kerudungku, dan beberapa saat kemudian ummi berbisik padaku “ummi sangat mencintaimu, kelak kita bisa berkumpul dengan ayah di jannahNya kelak. Laaillahaillallah Muhammadarasulullah”. Air mataku mengalir deras, dan jantung ummi tidk lagi berdetak. Innalillahi wainna ilaihi rajiuun, ucapku.
Seminggu sudah aku hidup sendiri, tanpa ummi. Ku melihat langit-langit, teduh. Ayah, ummi semoga kita dipertemukan. Ku susuri jalan-jalan dipersawahan, pohon sejak aku kecil masih ada, pohon itu jadi saksi ketika aku duduk menunggu ayah dan ummi menanam padi. “pulang sekolah, pulang sekolah” teriak anak-anak kecil. Semoga kalian jadi generasi terbaik, yang akan membanggakan bangsa, do’aku. Melihat bapak-bapak dan ibu-ibu sibuk dengan pekerjaannya, selain disawah sekarang sudah ada kerajinan tangan dan koperasi. Ku langkahkan kaki ini menuju rumahku, rumah yang berarti bagiku. Hembusan angin, mulai terasa, akan datang musim hujan. Burung-burung itu bertebaran dimana-mana mencari tempat untuk berteduh, karena matahari kembali ke asalnya, mempersiapkan diri untuk hari esok, tentu atas ijinNya. Ayah, ummi. Kalian melihatnya? Kini impian kita tentang desa ini sedikit demi sedikit tercapai, ya tentunya atas kehendakNya. Dengan cinta, dengan pengorbanan, dengan keikhlasan, dengan keyakinan, dengan kegigihan, dengan keuletan, semua itu akan bisa dicapai. Karena mimpi itu butuh karya nyata, karya nyata untuk bangsa ini. Bukan mimpi yang merendam.