Kamis, 26 Juni 2014

Dalam Cinta, Maka Aku Mampu


Cinta menurut Ust Anis Matta, bahwa cinta itu adalah energi. Ia mampu mengubah segalanya dengan penuh energi, energi yang berlebih. Ketika kita cinta pada yang menciptakan cinta, maka akan ada energi lebih yang kita lakukan untuk melakukan hal-hal yang Dia perintahkan. Begitu pun dengan yang lainnya, bukan.. bukan untuk menuhankan cinta itu, tapi intinya ada pemberian yang terbaik, ada pemberian yang berlebih, untuk apapun  itu, ketika cinta bersemayam dalam hati.

Seperti cintanya Rasulullah pada dakwah, rintangan apapun, beliau lewati, hinaan apapun beliau terima, sampai ia dilempari kerikilpun, beliau ikhlas. Karena dihati beliau ada cinta, ada cinta dalam dakwah.

Sepertinya cintanya Nabi Ibrahim, saat beliau beberapa kali bermimpi untuk menyembelih putranya, Nabi Ismail.  Dan beliau meyakini, bahwa itu adalah perintah dari Tuhannya, maka dengan pengorbanan seorang ayah yang mecintai putranya, beliau merelakan putranya untuk disembelih. Itu adalah energi cinta yang, dengan pengorbanan terbaiknya.

Seperit cintanya Abu Bakar Ashidiq, beliau rela di gigit lebah atau jenis hewan lainnya, ketika melindungi Rasulullah dalam persembunyiannya, saat Rasulullah hendak hijrah. Itu adalah pengorbanan cintanya pada Rasulullah.

Seperti cintanya Salman Al Farizi, cinta untuk menemukan Tuhan yang maha esa, maka ia berjalan dari negeri yang satu ke negeri lainnya, pergi meninggalkan kemewahan dunia yang dimiliki oleh ayannya. Ia berguru dari pendeta satu ke pendeta lainnya, sampai Allah pun menuntunnya bertemu Rasulullah.

Seperti cintanya Ka’ab bin malik, seorang yang tertinggal saat perang Tabuk, karena khilaf untuk sengaja tidak ikut pada perang Tabuk. Selepas Rasulullah kembali ke madinah, maka ia pun menghadap, pikiran untuk ia berdusta, ia buangnya jauh-jauh, ia jujur pada Rasulullah tentang ketidakikutsertanya ia pada perang tabuk. Dan ia dihukum selama 50 hari, tidak disapa oleh kaum muslimin. Sampai ada surat yang datang dari kaum quraishy, untuk mengajaknya bergabung. Karena cintanya pada Allah dan RasulNya, dan ia ingin bertobat. Maka ia membuang surat itu pada tong yang berisi api. Ia menderita, seolah dibumiNya yang luas, ia hanya sendiri. Sampai ke hari 40-50, ia diperintahkan untuk meninggalkan sementara istrinya. Sampai ada kabar bahwa taubatnya diterima oleh Allah, maka semua muslim pada saat itu memberikan selamat padanya, dan saat ia menghadap Rasulullah, Beliaupun memberikan selamat. Maka sejak itu, ia mengabdikan dirinya untuk berbicara jujur sepanjang hayatnya, memberikan sebagian hartanya untuk dakwah. Itu adalah cintanya, pada Allah dan RasulNya. Cinta yang membuat ia kembali, saat khilaf melanda, cinta yang ia bertahan selama 50 hari tidak ditegur oleh saudara semuslimnya.

Cintanya kisah seorang pejuang Allah, yang mereka dalam satu tenda ada 5 orang yang terkena pedang, dan mereka pun kehausan, sedangkan pada saat itu air hanya cukup untuk 1 orang, dan mereka saling mendahulukan satu sama lain, sampai akhirnya Allah benar-benar ingin bertemu dengan mereka, dan memberikan air dari surgaNya, In Sya Allah. Dan itu pun karena cinta, cinta pada saudara seimannya, pengorbanan itu salah satu bentuk cintanya, cinta dalam ukhuwah.

Itulah cinta, dalam pemberian terbaik itu didalamnya ada pengorbanan, dalam pemberian terbaik itu ketika ia berbelok, namun ia ingin kembali. Pemberian terbaik itu, ada energi-energi yang tanpa kita sadari, kita mampu memberikannya.

Lalu pertanyaannya, bagaimana dengan diri kita? Ada cintakah dihati kita? Sehingga tidak ada lagi alasan, untuk kita memungkiri kebenaran, tidak ada lagi alasan untuk kita lebih senang pada duniawi, tidak ada lagi alasan untuk kita tidak memberikan yang terbaik, tidak ada lagi alasan untuk memelas meminta imbalan dari setiap pengorbanan kita pada manusia, tidak ada lagi pertanyaan dalam hati untuk tidak mematuhi perintahNya. Adakah cinta itu? Cinta yang membuat kita, memelas hanya padaNya, menyandarkan semuanya hanya padaNya, dan tujuan kita hanya untukNya, dan melibatkan Allah dalam apapun. Cinta yang kata Ust Anis Matta, adalah energi berlebih, yang telah menyatu dengan semua yang ada pada tubuh kita, bahkan roh kita.

Bukan, bukan untuk menyandingkan cinta diri kita dengan Rasulullah, dengan para sahabat, dengan para syuhada, dengan para pejuang yang menegakkan islam. Apalagi untuk menyandingkan, baru membaca sejarah mereka pun, kita bukanlah apa-apa, atau bahkan hanya butiran debu. Tapi, mereka adalah tauladan kita, yang mengajarkan kita bagaimana caranya mencintai dan dicintai. Dan untuk memberikan yang terbaik, untuk yang maha menciptakan segalanya, Allah.

Wahai Allah yang telah meciptakan cinta
Wahai Allah yang menggenggam hati
Wahai Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang
Wahai Allah yang maha penuntun
Wahai Allah yang maha berkehendak

Dengan segala kekuasaanMu, tidak ada yang tidak mungkin,
Dengan segala kebesaranmu, Engkau himpun hati-hati yang cinta padaMu, yang berdiri atas mahabbahnya padaMu.
Dengan segala petunjukMu, Engkau tampakkan dari segala yang tidak tampak, Engkau perlihatkan dari yang samar.

Wahai Allah.. penggenggam hati..
Kuatkan hati ini.. cinta ini.. dengan segala kebenaranMu
Dekatkan dengan sesuatu yang akan mendekatkan kami padaMu
Jauhkan pada sesuatu yang tidak Engkau ridhoi atas diriku
Sentuh hati kami.. lembutkan hati kami.. tiupkan mahabbahMu pada kami.. agar ia mampu merasakan kebenaran yang Engkau tampakan, baik yang tidak terlihat maupun terlihat.


Tidak ada komentar: