Minggu, 17 Juli 2011

Cerpen Cinta itu hadir, dengan kekuatan hati

“Cintailah saudaramu, seperti kau mencintai dirimu sendiri”.

“Aku yang mengenalmu tanpa sengaja mencoba akrab denganmu, menjalani persaudaraan yang indah, melengkapi satu sama lain bersatu dengan ikatan ukhuwah. Dalam dekapan ukhuwah itu kita mengambil cinta menuju puncak dari segala hubungan, yaitu takwa. Dalam dekapan ukhuwah itu kita mengambil cinta dari langit lalu menyebarkannya di bumi, sungguh di syurga menara cahaya menjulang tinggi untuk saling mencinta”.

Untuk hati-hati yang saling menyatu karena cintaNya, cinta dari yang maha Pemilik Cinta. Cinta yang mengantarkan pada ketenangan di saat kegundahan, cinta yang mengantarkan rindu saat jauh, cinta yang mengantarkan air mata ini jatuh saat merindu, cinta yang mengantarkan pada keikhlasan untuk memberi, itulah cinta yang di ajarkan seorang yang menjadi qudwah, bagi para keluarganya, sahabat, dan dunia. Belajar untuk mencinta saudaranya, cinta karenaNya.

Itulah dasar, kenapa aku ingin menyebarkan cinta pada saudara semuslimku, cinta untuk menggapai cintaNya, cinta yang akan mengantarkan kami di syurgaNya kelak, bertemu dengan orang-orang yang saling mencinta, bertemu dengan wajah-wajah keikhlasan, ketenangan.

Awal bertemu dengan mereka, membuatku gugup, membuatku merasa tidak mampu, tidak mampu untuk menyebarkan cintaNya. Mereka datang, dengan wajah-wajah kekesalan, dan apapun kata yang menggambarkan ketidaksenangan. Aku mulai memperkenalkan namaku, mereka hanya diam, mungkin untuk apa mengenal namaku, pikir mereka. aku meminta untuk memperkenalkan diri masing-masing, dan jawabanya pun ketus. Dalam hati ini berkata, Rabbi inikah ujian dariMu karena amalan yaumiyahku kurang?, entahlah.

Dua sampai empat, dipekanan kita bertemu, mereka datang padaku sama dengan wajah-wajah seperti itu. Rabbi, salahku dimana?, inikah ujian dariMu untuk mengajarkan cinta itu. Aku mulai jenuh, lelah, marah, kesal dan masih banyak lagi, aku mulai membuka diskusi, dan merekapun mulai angkat berbicara, walaupun mereka berbicara keluh kesah mereka mengikuti pekanan, ya pekanan yang diwajibkan karena mereka mengontrak mata kuliah PAI, tentu tujuan mereka nilai. Sungguh, saat hati ini sedetik saja tak mengingatMu, syetan itu akan menggoda dari berbagai sisi. Bukankah, Rasulullah dalam menyebarkan cinta-cinta di bumi jahiliyah, tak pernah sedikitpun mundur? Sampai dilempari batu sampai berdarahpun, Rasulullah tak pernah sedikitpun putus asa, karena apa? Karena Rasulullah membawa cinta dari sang pemilik cinta, untuk mengajarkannya pada mereka. dan hasilnya luar biasa, pada waktu sholat semuanya berkumpul untuk bersujud padaNya, berkumpul dalam ikatan ukhuwah, sungguh indah ukhuwah itu, hadir sebagai pemberi nafas dalam keikhlasan.

Aku muali tertantang untuk mencari metode-metode pengajaran, aku mulai penasaran, sekeras apa hati mereka, sampai bacaan Qur’an pun mereka tak suka mendengarnya, bukankah yang menggenggam hati-hati itu sang pemilik hati? Buakankah Dia yang akan membolak-balikan hati itu? Maka aku mulai memperbaiki amalan-amalanku, ku perbanyak tilawahku, ku ingat wajah-wajah mereka disetiap sujudku.

Pekan kelima, ada yang berbeda dari mereka, mereka datang dengan wajah-wajah yang keceriaan, keingintahuan. Sungguh Rabbi, janjimu adalah benar. Biasa, aku mulai dengan membuka materi pekanan, tanpa di suruh mereka untuk bertanya, mereka mulai mengantri untuk bertanya. Apa yangm mereka pertanyakan? Tentang islam, mereka mulai terbuka, mereka bertanya dengan penuh keantusiasan. Apalagi saat mereka bertanya tentang kewajiban seorang akhwat untuk berkerudung. Sungguh, kebahagiaan yang tiada tara, yang tidak bisa ku ungkapkan, hanya Engkau yang tahu, tahu akan hati ini.

Setiap pekanan, mereka seperti itu, dengan jalan penuh semangat, dengan wajah keantusiasan. Ku sambut mereka dengan senyuman, dengan aku tidak boleh telat kepekanan, walau begitu aku tidak memungkiri, terkadang aku telat. Sampai suatu hari, aku pernah bertanya, untuk mengevalusai diri, bagaimana dengan sikapku? Cara bicaraku? Perilakuku? Dan jawabannya subhanallah, ada yang menjawab kalau aku menjelsakan materi itu seperti orang yang lagi berorasi, ada yang menjawab dan bahkan bertanya bagaiman aku bisa setiap pekanan dengan wajah yang begitu penuh semangat, dan jawaban dariku simple, aku jawab karena aku cinta karenaNya. Dan beragam jawaban mereka, tentangku. Ya Rabbi, andai saja mereka tahu aibku, kekuranganku, mungkin saat ini bukan pujian yang mereka lontarkan untukku, tapi cacian dan hinaan. Syukurku padaMu, karena Engkau masih menyimpan dan menutupi aibku ini, semoga ini bukan pujian tapi renungan untukku, untuk selalu memperbaiki diri dan dekat denganMu.

Sampai pada waktunya, kita untuk berpisah, karena sudah selesai pekanannya. Allah tahu apa yang terbaik bagiku, dan bagi mereka. tahu apa yang kita butuhkan, dan Allah itu mencinta proses. Subhanallah, maha suci Engakau ya Rabbi, yang awal aku bertemu dengan mereka, mereka mengacuhkanku pada saat aku berbicara, mereka menyudutkanku dengan pernyataan-pernyataan mereka dengan ketidaksukaan mereka dengan pekanan, tapi kini mereka menangis dihadapanku, menangis dengan kepolosan mereka, menangis dengan berharap agar aku bisa bersama mereka dipekanan lanjutan.

Dan mereka adalah, tutee-tutee pertamaku, banyak hal yang aku bisa belajar dari mereka. sampai aku teringat dengan perkataan kakak tingkatku, “jangan kau menuggu cerdas untuk mengajarkan, saat kau bisa huruf A maka ajarkanlah huruf A itu, dan jangan kau hanya belajar dengan mendengarkan, tapi belajarlah dengan mengajarkan, karena akan banyak makna tersendiri”, dan kini aku merasakannya.

Aku banyak belajar dari mereka, dari kehidupan mereka yang beragam. Mulai dari mereka yang anak mamah, sampai dari mereka yang belum bisa merasakan kehangatan dan cinta seorang ibu. Aku belajar untuk ikhlas dari ia yang diabaikan ibunya sejak kecil, aku belajar menerima dari ia yang kehidupan ekonominya kurang, aku belajar untuk semakin mencintai ibuku dari ia yang ibunya tidak mau jauh darinya, aku belajar sabar dari ia yang ditinggalkan ibunya sejak ia lahir dan belum sempat merasakan kehangatan cinta seorang ibu, aku belajar untuk bangkit dari keterpurukan dari ia yang pernah tersandung dengan kenakalan remaja, dan aku belajar juga merasakan cinta dan hiruk pikuk kehidupan mereka. Dan masih banyak hal lagi, yang bisa kupelajari.

Inilah janjiMu Rabbi, bisa jadi kita berdakwah hari ini, perubahan itu ada dimasa yang akan datang, entah dua atau tiga tahun lagi, dan mungkin lebih. Ada pelajaran tersendiri bagiku, mereka ada karena ada kita, mereka seperti itu bagaimana kita yang akan membawanya. Langkah ini, langkah saat aku datang kepekanan, begitu ringan dan penuh antusias, bukan aku yang menyemangati diriku sendiri, tapi ada penyemangat yang lebih membuatku jauh dari keputusasaan. Hanya Engkau pecinta sejati, dan penyemangat jiwa ini.

oleh Puspita Maelani

Tidak ada komentar: