1. Muhammad Abdul Mannan.
Abdul Mannan merupakan salah satu sosok pemikir ekonomi Islam yang datang di masa kontemporer ini, yaitu salah seorang yang mendapat gelar Master dan Doktornya di Universitas Michigan, Amerika Serikat. Ia juga salah satu pengajar dan peneliti di universitas-universitas dunia termasuk di Universitas Kiing Abdul Aziz, Jeddah.
Perbandiangan ekonomi Islam dan ekonomi modern pada pemikiran Abdul Mannan adalah konsumsi dan prilaku konsumen. Islam tidak mengakui kecenderungan materialistik semata-mata dari pola konsumsi modern. Konsep pola konsumsi dalam Islam ialah untuk mengurangi kelebihan keinginan fisiologik buatan dengan tujuan membebaskan energi manusia untuk tujuan-tujuan spiritual. Lima prinsip-prinsip konsumsi dalam Islam :
a. Prinsip Keadilan (mencari rezeki secara halal dan tidak dilarang hukum.
b. Prinsip Kebersihan (baik cocok dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan)
c. Prinsip Kesederhanaan (tidak berlebih-lebihan, sesuai kebutuhan)
d. Prinsip Kemurahan Hati (keterpaksaan, Mutthor yang tidak berlebih demi kelangsungan hidup)
e. Prinsip Moralitas (prilaku akhlak dalam mengkonsumsi)
Pada umumnya, kebutuhan-kebutuhan manusia digolongkan dalam tiga hal yakni keperluan, kesenangan, dan barang-barang mewah. Produksi dan konsumsi barang-barang mewah tanpa disertai rencana pembagian kembali kekayaan dan pendapatan tidak akan memecahkan permasalahan ekonomi. Yang penting hanyalah ditegakkannya pemerataan dalam system masyarakat berdasarkan hukum Islam.
Kunci untuk memahami prilaku konsumen dalam Islam tidak terletak dengan hanya mengetahui hal-hal yang terlarang, tetapi juga dengan menyadari konsep dinamik tentang konsep moderat dalam konsumsi yang dituntun oleh prilaku yang mengutamakan kepentingan orang lain, yaitu seorang konsumen muslim. Larangan-larangan Islam mengenai makanan dan minuman harus dipandang sebagai usaha untuk memperbaiki perilaku konsumen.
Faktor-faktor produksi dan konsep pemilikan. Sistem produktif dalam sebuah Negara Islam harus dikendalikan dengan kriteria objektif maupun subjektif. Kriteria objektif diukur dengan kesejahteraan material, sedangkan kriteria subjektif harus tercermin dalam kesejahteraan yang harus dinilai dari segi etika ekonomi Islam. Faktor produksi pada umumnya dan tenaga kerja pada khususnya tidak pernah terpisah dari kehidupan moral dan sosial. Tanah tidak dianggap hak kuno istimewa dari Negara dan kekuasaan, tetapi dianggap sebagai sarana untuk meningkatkan produksi yang digunakan demi kesejahteraan individu dan masyarakat.
Konsep hak milik pribadi dalam Islam adalah unik, yaitu pemilik mutlak segala sesuatu yang ada di bumi dan langit adalah Allah. (al-Imron : 189), dan manusia hanyalah kholifah Allah di muka bumi.
Islam tidak membenarkan praktek dalam menyewakan tanah berdasarakan jumlah hasil yang ditetapkan suatu mitra imbangan bunga dari lahan pertanian. Islam tidak mengakui pengisapan buruh oleh majikan, tetapi tidak menyetujui dihapuskannya kelas kapitalis dari kerangka kerja sosial seperti yang terdapat dalam analisis Marx tentang masyarakat tanpa kelas.
Distribusi pendapatan dan kekayaan dalam Islam. Dasar distribusi pendapatan diantara berbagai faktor produksi; pembayaran sewa tidak bertentangan dengan jiwa Islam, dijelaskan bahwa sewa dan bunga sangatlah berbeda. Perbedaan upah akibat perbedaan bakat dan kesanggupan di akui oleh Islam. Syarat-syarat pokoknya ialah para majikan tidak akan mengisap para pekerja dan dia harus membayar hak mereka. (al-haq yuthlab wala yu’tho). islam memperkenankan laba biasa bukan laba monopoli atau laba yang timbul dari spekulasi.
2. Syed Nawab Haedir Naqvi
Syed Nawab merupakan salah satu sosok pemikir Islam yang terlahirkan pada tahun 1935. ia mendapat gelar Master dan Ph.D di Yale dan Princstone pada 1961-1966. sebelum ia kembali ke daerah asalnya, Nawab adalah salah satu dosen dan peneliti pada institusi-institusi di Norway, Turky, dan Jerman barat. Pemikiran Syed Nawab terhadap ekonomi Islam didefiniskan menjadi tiga bagian :
Ekonomi sebagai subset sejumlah manusia yang berbasis usaha yang mempunyai prisip al-adl wal ihsan, yaitu sebagai etika yang akan mengawasi jalannya ekonomi.
Dalam kebijkan harus menyokong yang miskin dan yang lemah, yaitu yang mencerminkan kepada keadailan.
Peran utama dalam status ekonomi ialah produksi, dstribusi dan peraturan, yaitu sebagai status yang mendomiskan ekonomi.
Metodologi pemikiran Syed Nawab menyatakan bahwa al-Qur’an dan as-Sunnah sebagai petunjuk dan acuan nilai serta sebagai rujukan dalam menjalankan perekonomian. Dimana hal tersebut sebagai acuan untuk melawan pemikiran kapitalis dalam menjalankan perekonomian. Filsafat ekonomi Islam menurut Nawab, terdapat empat aksioma; yaitu : persatuan, keseimbangan, bebas menentukan keinginan, dan pertanggungjawaban. Maka dalam permasalahan tersebut terdapat beberapa instrument kebijakan untuk mencapai sasaran sisitem ekonomi Islam, yaitu:
a. Penghapusan riba adalah penghapusan dari semua format penghisapan dan penolakan keseluruhan sistem kapitalistik.
b. Zakat adalah sebagai cerminan philosopy penganut paham persamaan. Perubahan lain untuk mencapai keadilan, pendidikan universal, pertumbuhan ekonomi, peningkatan dan generasi ketenaga-kerjaan yang maksimum pada mutu hidup.
Adapun konsep distribusi pemikiran Nawab :
a. Distribusi awal secara tak wajar memerlukan pembagian kembali berat ke yang lemah.
b. Konsep perwalian.
c. Meluaskan kepemilikan ke masyarakat secara merata.
d. Pendapatan berbeda tidak mengijinkan tetapi menyokong; pendapatan berbeda secara tak wajar yang tidak diijinkan
Empat point struktur produksi dalam Islam menurut Nawab :
a. Adanya laba maksimum dalam konsep ekonomi Islam (MC = MR)
b. Tidak berlakunya laba berlebihan dalam konsep ekonomi Islam.
c. Proporsi barang-barang publik ke barang-barang pribadi akan meningkatkan perekonomian.
d. Konsumsi barang-barang bukan diarahkan kepada kemewahan, akan tetapi kepada kadar kebutuhan.
Barang-barang dalam prinsip Islam harus mempunyai status yang syah. Sungguh dari penjelasan sosok seorang ekonomi Islam ini membiaskan kepada tujuan merubah pemikiran ekonomi feodalistik dan kapitalistik.
3. Monzer Kahf
Monzer al kahf termasuk orang pertama yang mengaktualisasikan analisis penggunaan beberapa institusi islam (seperti zakat) terhadap agregat ekonomi, seperti simpanan, investasi, konsumsi dan pandapatan. Hal ini dapat di lihat dalam bukunya yang berjudul “ekonomi ialam : telaah analitik terhadap fungsi sistem ekonomi islam”, dan diterbitkan pada tahun 1978. Jika dikatakan bahwa karyanya itu memiliki awal sebuah “analisis matematika” ekonomi islam yang saat ini menjadikan kecenderungan ekonom muslim. Yang paling utama dan terpenting dari pemikiran kahf adalah pandangannya terhadap ekonomi sebagai bagian tertentu dari agama.
Dr. Monzer kahf. Ketua economist group association of muslim social scirntist, usa, menempuh pendidikan di syiria dan us dan mendapat gelar ph. D ekonomi dengan spesialisasi ekonomi internasional. Beliau juga seorang ekonom di islamic research & training institute islamic development bank (irti-idb).
Asumsi Dasar Kahf
Tentang “Islamic Man”
Berbeda dengan ekonomi konvensional yang mengasumsikankan manusia sebagai rational economic man, jenis manusia yang hendak dibentuk oleh Islam adalah Islamic man (ibadurrahman), (QS 25:63). Islamic man dianggap perilakunya rasional jika konsisten dengan prinsip-prinsip Islam yang bertujuan untuk menciptakan masyarakat yang seimbang. Tauhidnya mendorong untuk yakin, Allah-lah yang berhak membuat rules untuk mengantarkan kesuksesan hidup.
Islamic man dalam mengkonsumsi suatu barangan tidak semata-mata bertujuan memaksimumkan kepuasan, tetapi selalu memperhatikan apakah barang itu halal atau haram, israf atau tabzir, memudaratkan masyarakat atau tidak dan lain-lain. Islamic man tidak materaialistik, ia senantiasa memperhatikan anjuran syariat untuk berbuat kebajikan untuk masyarakat, oleh karena itu ia baik hati, suka menolong, dan peduli kepada masyarakat sekitar. Ia ikhlas mengorbankan kesenangannya untuk menyenangkan orang lain. (QS 2:215; QS 92: 18-19). Motifnya dalam berbuat kebajikan kepada orang lain, baik dalam bentuk berderma, bersedekah, meyantuni anak yatim, maupun mengeluarkan zakat harta, dan sebagainya, tidak dilandasi motif ekonomi sebagaimana dalam doctrine of sosial reposibility, tetapi semata-mata berharap keridhaan Allah SWT.
Konsep dan Metodologi Ekonomi Islam
Meskipun semua agam berbicara tentang masalah-masalah ekonomi, namun agama-agama itu berbeda pandangannya tentang kegiatan-kegiatan ekonomi. Beberapa agama tertentu melihat kegiatan-kegiatan ekonomi manusia hanya sebagai kebutuhan hidup yang seharusnya dilakukan sebatas memenuhi kebutuhan makan dan minumnya semata-mata.
Selama ini, kesan yang terbangun dalam alam pikiran kebanyakan pelaku ekonomi apalagi mereka yang berlatar belakang konvensional- melihat bahwa keshaleh-an seseorang merupakan hambatan dan perintang untuk melakukan aktifitas produksi. Orang yang shaleh dalam pandangannya terkesan sebagai sosok orang pemalas yang waktunya hanya dihabiskan untuk beribadah dan tidak jarang menghiraukan aktifitas ekonomi yang dijalaninya. Akhirnya, mereka mempunyai pemikiran negatif terhadap nilai keshalehan tersebut. Mengapa harus berbuat shaleh, sedangkan keshalehan tersebut hanya membawa kerugian (loss) bagi aktifitas ekonomi?
Sementara, Islam menganggapkegiatan-kegiatan ekonomi manusia sebagai salah satu aspek dari pelaksanaan tanggung jawabnya di bumi (dunia) ini. Orang yang semakin banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan ekonomi akan bisa semakin baik, selama kehidupannya tetap menjaga keseimbangannya. Kesalehan bukan fungsi positif dari ketidakproduktifan ekonomi. Semakin saleh kehidupan seseorang, justru seharusnya dia semakin produktif. Harta itu sendiri baik dan keinginan untuk memperolehnya merupakan tujuan yang sah dari perilaku manusia. Karena pekerjaan yang secara ekonomi produktif pada dasarnya mempunyai nilai keagamaan, disamping nilai-nilai lainnya.
Sistem sosial Islam dan aturan-aturan keagamaan mempunyai banyak pengaruh atau bahkan lebih banyak terhadap cakupan ekonomi dibandingkan dengan sistem hukumnya. Kajian tentang sejarah sangat penting bagi ekonomi. Karena sejarah adalah laboratorium umat manusia. Sejarah memberikan dua aspek utama kepada ekonomi dan sejarah unit-unit ekonomi seperti individu-individu dan badan-badan usaha atau ilmu ekonomi (itu sendiri).
Gambaran di atas memberikan pemahaman pada kita bahwa orientasi yang ingin dicapai oleh proses produksi menjangkau pada aspek yang universal dan berdimensi spiritual. Inilah yang menambah keyakinan bagi kita akan kesempurnaan ajaran Islam yang tertulis dalam QS. Al-Maidah [5]: 3 yang artinya: “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu ni’mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu”.
Teori Konsumsi
a. Rasionalisme Islam
Rasionalisme adalah salah satu istilah yang paling bebas digunakan dalam ekonomi, karena segala sesuatu dapat dirasionalisasikan sekali kita mengacunya kepada beberapa perangkat aksioma yang relevan. Rasionalisme dalam islam dinyatakan sebagai alternative yang konsisten dengan nilai-nilai Islam, unsur-unsur pokok rasionalisme ini adalah sbb :
b. Konsep asas rasionalisme Islam menurut Monzer Kahf:
Konsep kesuksesan
Islam membenarkan individu untuk mencapai kesuksesan di dalam hidupnya melalui tindakan-tindakan ekonomi, namun kesuksesan dalam Islam bukan hanya kesuksesan materi akan tetapi juga kesuksesan di hari akhirat dengan mendapatkan keridhaan dari Allah SWT. Kesuksesan dalam kehidupan muslim diukur dengan moral agama Islam. Semakin tinggi moralitas seseorang, semakin tinggi pula kesuksesan yang dicapai. Kebajikan, kebenaran dan ketakwaan kepada Allah SWT merupakan kunci dalam moralitas Islam. Ketakwaan kepada Allah dicapai dengan menyandarkan seluruh kehidupan hanya karena (niyyat) Allah, dan hanya untuk (tujuan) Allah, dan dengan cara yang telah ditentukan oleh Allah.
Jangka waktu perilaku konsumen
Dalam pandangan Islam kehidupan dunia hanya sementara dan masih ada kehidupan kekal di akhirat. Maka dalam mencapai kepuasan perlu ada keseimbangan pada kedua tempoh waktu tersebut, demi mencapai kesuksesan yang hakiki. Oleh karena itu sebagian dari keuntungan atau kepuasan di dunia sanggup dikorbankan untuk kepuasan di hari akhirat.
Konsep kekayaan
Kekayaan dalam konsep Islam adalah amanah dari Allah SWT dan sebagai alat bagi individu untuk mencapai kesuksesan di hari akhirat nanti, sedangkan menurut pandangan konvensional kekayaan adalah hak individu dan merupakan pengukur tahap pencapaian mereka di dunia.
Konsep barang
Dalam al-Quran dinyatakan dua bentuk barang yaitu: al-tayyibat (barangan yang baik, bersih, dan suci serta berfaedah) dan barangan al-rizq (pemberian Allah, hadiah, atau anugerah dari langit) yang bisa mengandung halal dan haram. Menurut ekonomi Islam, barang bisa dibagi pada tiga kategori yaitu: barang keperluan primer (daruriyyat) dan barang sekunder (hajiyyat) dan barang tersier (tahsiniyyat). Dalam menggunakan barang senantiasa memperhatikan maqasid al-syari‘ah (tujuan-tujuan syariah). Oleh karena itu konsep barang yang tiga macam tersebut tidak berada dalam satu level akan tetapi sifatnya bertingkat dari daruriyyat, hajiyyat dan tahsiniyyat.
Etika konsumen.
Islam tidak melarang individu dalam menggunakan barang untuk mencapai kepuasan selama individu tersebut tidak mengkonsumsi barang yang haram dan berbahaya atau merusak. Islam melarang mengkonsumsi barang untuk israf (pembaziran) dan tabzir (spending in the wrong way) seperti suap, berjudi dan lainnya.
Etika konsumsi dalam islam
Kahf mengenbangkan pemikirannya tentang konsumsi dengan memperkenalkan Final Spending (FS) sebagai variable standar dalam melihat kepuasan maksimum yang diperoleh konsumen muslim. Salah satunya dimulai dengan melihat adanya asumsi bahwa secara khusus institusi zakat diasumsikan sebagai sebuah bagian dari struktur sosio-ekonomi. Kahf berasumsi bahwa zakat merupakan keharusan bagi muzakki. Oleh karena itu, meskipun zakat sebagai spending yang memberikan keuntungan, namun karena sifat dari zakat yang tetap, maka diasumsikan di luar Final spending.
Adapun Final Spending bagi seorang individu dalam analisa kahf sebagai berikut :
FS = (Y-S) + (S-SZ)
FS = (Y-SY) + (SY-ZSY). atau
Fs = Y(I-ZS)
Ket : FS : Final Spending
s : Presentasi Y yang di tabung
Y : Pendapatan
S : total tabungan
z : presentasi zakat
Semakin tinggi s maka semakin keci FS6, Maslahah al-’ibad (kesejahteraan hakiki untuk manusia), Rasionaliti dalam ekonomi Islam, senantiasa memperhatikan maslahah untuk diri, keluarga dan masyarakat, seseorang dianggap rasional menurut Islam apabila:
Menghindarkan diri dari sikap israf (berlebih-lebihan melampaui batas).
Seorang konsumen muslim akan selalu mempertimbangkan maslahah bagi diri dan masyarakatnya dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa dan menghindari sikap israf. Ia tidak akan menuruti want-nya untuk mendapatkan utiliti yang maksimum, apabila didapati want-nya itu mengandungi israf. Ia akan memilih untuk menginfakkan sebagian income-nya kepada tetangganya agar dapat makan. Dengan begitu ia berarti mendahulukan maslahah daripada memaksimalkan utiliti untuk diri pribadinya.
Mengutamakan akhirat daripada dunia.
Pengunaan barang atau jasa untuk keperluan ibadah bernilai lebih tinggi dari konsumsi untuk duniawi. Konsumsi untuk ibadah lebih tinggi nilainya karena orientasinya adalah al-falah yang akan mendapatkan pahala dari Allah Swt, sehingga lebih bertujuan untuk kehidupan akhirat kelak. Semakin besar konsumsi untuk ibadah maka semakin tinggi pula al-falah yang akan dicapai, vice versa.
Konsisten dalam prioritas pemenuhan keperluan (daruriyyah, hajiyyah, dan tahsiniyyah).
Terdapat prioritas-prioritas di antara satu dengan lainnya yang menunjukkan tingkat kemanfaatan dan kemendesakan dalam pemenuhannya. Prioritas ini menjadi tiga, yaitu al-hajah al-daruriyyah, al-hajah al-hajiyyah, dan al-hajah al-tahsiniyyah. Seorang muslim perlu mengalokasikan budget-nya secara urut sesuai dengan tingkat prioritasnya secara konsisten. Keperluan pada tingkat daruriyyah mesti dipenuhi terlebih dahulu, baru kemudian hajiyyah dan kemudian tahsiniyyah. Prioritas ini semestinya diaplikasikan pada semua jenis keperluan, yaitu agama (al-din), kehidupan, harta, ilmu pengetahuan (akal) dan kelangsungan keturunan.
Memperhatikan etika dan norma
Syariah Islam memiliki seperangkat etika dan norma yang mesti dipedomani dalam semua aktivitas kehidupan. Seorang muslim dalam beraktivitas, khususnya dalam mengkonsumsi barang atau jasa mestilah berpedoman pada etika dan norma yang telah ditetapkan oleh syariat Islam. Ini artinya, ia lebih mengutamakan maslahah, dari mendapatkan utiliti untuk memenuhi want-nya yang relatif tidak terbatas.
Teori Produksi
Menurut Monzer Kahf teori produksi memiliki aspek-aspek sbb :
Motif-motif Produksi yaitu pengambilan mamfaat setiap partikel dari alam semesta adalah tujuan ideology umat islam.
Tujuan-tujuan Produksi yaitu sebagai upaya manusia untuk meningkatkan kondisi materialnya sekaligus moralnya dan sebagai sarana untuk mencapai tujuannya di Hari Kiamat kelak. Hal ini mempunyai tiga implikasi penting. Pertama : produk-produk yang menjauhkan manusia dari nilai-nilai moral dilarang. Kedua : aspek sosial produksi ditekankan dan secara ketat dikaitkan dengan proses produksi. Ketiga : masalah ekonomi timbul karena kemalasan dan kealpaan manusia dalam usahanya untuk mengambil mamfaat sebesar-besarnya dari anugrah Allah baik dari sumber manusiawi maupun dari sumber alami.
Tujuan badan usaha dalam proses maksimalisasi keuntungan dengan mengatasnamakan badan usaha tidak boleh melanggar “aturan permainan dalam ekonomi Islam”.
a. Factor-faktor Produksi
b. Modal sebagai kerja yang diakumulasikan
c. Hak milik sebagai akibat wajar.
d. Struktur Pasar
Kebebasan
Ekonomi Islam adalah ekonomi yang bebas, tetapi kebebasannya ditunjukkan lebih banyak dalam bentuk kompetisi (persaingan). Memang, kerja sama adalah tema umum dalam organisasi sosial islam. Individualisme dan kepedulian sosial begitu erat terjalin sehingga bekerja demi kesejahteraan orang lain merupakan cara yang paling memberikan harapan bagi pengembangan daya guna seseorang dan dalam rangka mendapatkan ridho Allah SWT.
Keterlibatan pemerintah dalam pasar
Keterlibatan pemerintah dalam pasar hanyalah pada saat tertentu atau bersifat temporer. Sistem ekonomi Islam menganggap islam sebagai sesuatu yang ada di pasar bersama-sama dengan unit-unit elektronik lainnya berdasarkan landasan yang tetap dan stabil. Ia dianggap sebagai perencana, pengawas, produsen dan juga sebagai konsumen.
“Aturan-aturan Permainan” Ekonomi Islam
Yang dimaksud dengan istilah ini adalah perangkat perintah dan aturan sosial, politik, agama, moral dan hukum yang mengikat masyarakat. Lembaga-lembaga sosial disusun sedemikian rupa untuk mengarahkan individu-individu sehingga mereka secara baik melaksanakan aturan-aturan ini dan mengontrol serta mengawasi penampilan ini.
Sebagai contoh aturan-aturan permainan ekonomi islam dapat dilihat pada lembaga Dewan Pengawas Syariah (DPS) di lembaga keuangan dan perbankan syariah syariah memiliki peran penting dan strategis dalam penerapan prinsip syariah di lembaga keuangan syariah. Namun, peran pengawasan yang dilakukan DPS saat ini masih belum optimal. Menurut Prof.Dr.Monzer Kahf (2005), pakar ekonomi Islam kontemporer, DPS seharusnya tidak hanya berfungsi sebagai pengawas kepatuhan syariah sebuah produk, tetapi juga mengawasi manajemen dan prinsip keadilan yang dijalankan lembaga keuangan dalam profit distribution. Selain itu, menurut Monzer Kahf, DPS juga dapat berperan dalam mengembangkan sumber daya manusia dan hubungan interpersonal di sebuah LKS, serta membantu mendorong pengembangan investasi para nasabah atau mitra bank.
Aturan-aturan itu sendiri bersumber pada kerangka konseptual masyarakat dalam hubungan dengan Kekuatan Tertinggi (Tuhan), kehidupan, sesama manusia, dunia, sesama makhluk dan tujuan akhir manusia.
Teori Makro Moneter
Aspek-aspek makro Ekonomi Islam :
Zakat
Zakat adalah “pajak” (pembayaran) tahunan bercorak khusus yang dipungut dari harta bersih seseorang, yang harus dikumpulkan Negara dan dipergunakan untuk tujuan-tujuan khusus. Terutama berbagai corak jaminan sosial.
Menurut Monzer Kahf, tujuan utama dari zakat adalah untuk mencapai keadilan social ekonomi. Zakat merupakan transfer sederhana dari bagian dengan ukuran tertentu harta si kaya untuk dialokasikan kepada si miskin (Kahf,1999).
Zakat merupakan salah satu ciri dari sistem ekonomi Islam, karena zakat merupakan salah satu implementasi azas keadilan dalam sistem ekonomi Islam.
Dalam kaitan antara kewajiban zakat dan penggunaan barang-barang mewah, Monzer Kahf menyatakan bahwa zakat itu tidak diberlakukan terhadap barang-barang keperluan hidup yang tidak mewah, sedangkan dalam kasus tabungan-tabungan yang diinvestasikan dalam kegiatan produktif, penghasilannya diseimbangkan dengan kewajiban pembayaran zakat.
Penimbunan harta, menurut Monzer Kahf, merupakan suatu kejahatan. Sebagai contoh, ia mengemukakan penggunaan logam-logam mulia (seperti emas dan perak) untuk perlengkapan atau alat-alat rumah tangga, dianggap perbuatan dosa dalam Islam, yang akan mendapatkan adzab di akhirat kelak, sebagaimana dinyatakan dalam QS 9: 34-35.
Di samping itu, penimbunan harta akan mengakibatkan harta menjadi tidak produktif dan tidak bisa dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat. Penguasaan harta yang Allah berikan kepada manusia sesungguhnya bertujuan menjadikan harta tersebut sebagai sarana kesejahteraan. Allah SWT berfirman dalam QS Al-Hadid ayat 7: ''Berimanlah kalian kepada Allah dan Rasul-Nya dan nafkahkanlah sebagian dari hartamu yang Allah telah menjadikan kamu menguasainya. Maka orang-orang yang beriman di antara kamu dan menafkahkan sebagian dari hartanya akan mendapatkan pahala yang besar''.
Pelarangan Riba
Ada dua corak transaksi yang tidak kenal dalam ekonomi Islam, yaitu bunga pinjaman dan kelebihan kuantitas dalam pertukaran komoditas yang sama.
Bunga, Sewa, dan Modal
Kegiatan penabungan dan penyimpanan deposito di bank saja secara ekonomi merupakan kegiatan negative. Kegiatan yang benar-benar produktif, dari sudut pandang ekonomi adalah penggunaan tabungan-tabungan ini dalam proses produksi dalam pengertian modal, tanah atau buruh. Dan kegiatan ini seharusnya mendapatkan imbalan atau hadiah, dan demikian pulalah dalam Islam. Kegiatan yang disebut belakangan itu, dalam buku-buku keislaman dkenal dengan dua istilah yaitu : al-Qirad dan al-Mudarabah.
Al-Qirad
Al-Qirad adalah sejenis kerja sama antara para pemilik asset moneter dan para pengusaha. Al-Qirad merupakan mekanisme Islam untuk menggunakan asset-aset moneter dalam kegiatan produktif dengan mentransformasikan asset-aset tersebut menjadi factor-faktor produksi.
Secara teoritis, Al-Qirad memiliki landasan ganda : yaitu ketetapan kepemilikan dan prinsip kerja sama (kooperasi). Ketetapan kepemilikan berarti bahwa muqarid berhak penuh untuk menuntut asset-aset moneternya dan kenaikan yang timbul dari pertumbuhan asset-aset tersebut oleh si pengusaha. Sedangkan prinsip kerja sama berarti bahwa kedua belah pihak yang sama-sama memiliki berbagai unsure yang membentuk proyek dan bunga di dalamnya.
Uang dan otoritas moneter
Dalam buku-buku keislaman, uang dibahas sebagai salah satu alat transaksi, perantara untuk menilai barang dan jasa dan ia tidak boleh memerankan peranan sebagai ukuran harga adalah kondisi dimana kuantitasnya mempengaruhi berbagai transaksi. Berbagai efek uang terhadap ketidakstabilan harga timbul dari 3 macam sumber :
1. Pembuatan uang baru, terutama uang dalam (inside money) melalui sistem perbankan.
Pembekuan unag tanpa mengkaitkan dengan proses investasi tabungan yang dianggap sebagai perbuatan dosa dan secara ekonomi merupakan praktek ekonomi yang jahat.
Pertumbuhan rata-rata persediaan uang yang lebih rendah atau nol dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan ekonomi.
2. Struktur Kredit dan Keuangan Islam
Dalam sistem kredit dan keuangan islam, bank-bank komesial yang memiliki hak istimewa untuk meminta deposit.
Rumah-rumah penyimpanan uang (Baitul Mal), yang beroperasi berdasarkan Al-Qirad adalah corak utama kedua dari lembaga-lembaga keuangan dalam ekonomi islam.
Corak utama ketiga dari lembaga keuangan dalam ekonomi islam adalah dana zakat dan cabang-cabangnya.
3. Hutang Negara dan Hutang Pasar Uang
Hutang Negara yang boleh dilakukan masyarakat islam adalah bukan hutang untuk penghasilan sedangkan pasar uang dalam islam tidak ada hanya menampilkan pasar Al-Qirad yaitu sama dengan pasar barang (Stock Market).
4. Kebijakan Ekonomi
Tujuan-tujuan kebijakan ekonomi
Maksimalisasi Tingkat Pemamfaatan sumber-sumber
Meninkmati anugerah-anugerah Allah dan barang-barang yang terbaik adalah salah satu kegiatan orang-orang mu’min. pemerintah Islam memiliki tanggung jawab unuk membangun karena tiga tujuan, pertama, pemerintah dituntut untuk menjamin standar hidup minim bagi semua warga negaranya. Kedua, ia diwajibkan menggunakan sebagian sumber yang diperolehnya untuk kegiatan penyiaran pesan-pesan Islam seluruh dunia. Dan ketiga, wajib membangun Negara dan masyarakat yang kuat sehingga mampu mempertahankan posisi ideologinya secara efektif di arena internasional.
Minimalisir Kesenjangan Distribusi
Ini merupakan tujuan utama kebijakan ekonomi di Negara Islam. Tujuan ini tidak hanya diambil dari Al-Qur’an dan Sunnah yang berkaitan dengan perilaku konsumtif seperti larangan bermewah-mewah, tetapi juga diambil dari dua prinsip utama islam, yaitu kesamaan diri danpersaudaraan dan prinsip tidak dikehendakinya pemusatan harta dan penghasilan.
Pelaksanaan Aturan oleh Unit-unit Ekonomi
Salah satu bagian integral dari kesatuan politik umat Muslim adalah Lembaga Hisbah. Peranannya adalah melaksanakan pengawasan terhadap perilaku sosial sehingga mereka melaksanakan yang benar dan meninggalkan yang salah.
5. Alat-alat Kebijakan Ekonomi
Alat-alat utama yang ada di tangan pengelola ekonomi itu :
Alat-alat Moneter, yang mencakup :
Pengelolaan ini tukar, dan yang lebih penting pengelolaan kredit tanpa bunga yang bisa dilaksanakan dengan dana zakat. Presentase moneterisasi zakat baik untuk kepentingan pengumpulan maupun pendistribusiannya.
Alat-alat Fiskal
Alat-alat ini terdir dari tiga cabang ; pemungutan pajak, pengeluaran dan bermacam-macam transfer dan subsidi.
Alat-alat Produksi
Kebijakan produksi dalam sector pemerintahan menjadi salah satu factor yang sangat berpengaruh terhadap keputusan pihak swasta terhadap pengalokasian sumber-sumber, baik dalam bentuk modal maupun pekerja, dalam beberapa hal bisa di arahkan secara langsung.
Alat-alat distribusi.
Alat-alat distribusi yang utama yang ada di tangan pejabat atau pengusaha adalah distribusi zakat, dalam hal ini zakat melayani dua tujuan disrtibutif; yaitu redistribusi penghasilan diantara orang-orang fakir dan miskin, dan pengalokasian dana zakat antara konsumsi dan investasi, yaitu distribusi pengahasilan intragenerasi. Dalam hubungan ini zakat menyerupai “pajak sosial” daripada sekedar pajak biasa.
Pelaksanaan dan Penyesuaian Hukum dengan Standar-standar Moral.
Ini adalah alat terakhir, ada dua lembaga yang terkait dengan tujuan ini, yaitu sistem peradilan dan lembaga hisbah.
5. Umer Chapra
M. Umer Chapra (1 Februari 1933, Bombay India) adalah salah satu ekonom kontemporer Muslim yang paling terkenal pada zaman modern ini di timur dan barat. Ayahnya bernama Abdul Karim Chapra. Umer Chapra dilahirkan dalam keluarga yang taat beragama, sehingga ia tumbuh menjadi sosok yang mempunyai karakter yang baik. Keluarganya termasuk orang yang berkecukupan sehingga memungkinkan ia mendapatkan pendidikan yang baik.
Masa kecilnya ia habiskan di tanah kelahirannya hingga berumur 15 tahun. Kemudian ia pindah ke Karachi untuk meneruskan pendidikannya disana sampai meraih gelar Ph.D dari Universitas Minnesota. Dalam umurnya yang ke 29 ia mengakhiri masa lajangnya dengan menikahi Khairunnisa Jamal Mundia tahun 1962, dan mempunyai empat anak, Maryam, Anas, Sumayyah dan Ayman.
Dalam karir akademiknya DR. M. Umer Chapra mengawalinya ketika mendapatkan medali emas dari Universitas Sindh pada tahun 1950 dengan prestasi yang diraihnya sebagai urutan pertama dalm ujian masuk dari 25.000 mahasiswa. Setelah meraih gelar S2 dari Universitas Karachi pada tahun 1954 dan 1956, dengan gelar B.Com / B.BA ( Bachelor of Business Administration ) dan M.Com / M.BA ( Master of Business Administration ), karir akademisnya berada pada tingkat tertinggi ketika meraih gelar doktoralnya di Minnesota, Minneapolis. Pembimbingnya, Prof. Harlan Smith, memuji bahwa Umer Chapra adalah seorang yang baik hati, mempunyai karakter yang baik dan kecemerlangan akademis. Menurut Profesor ini, Umer Chapra adalah orang yang terbaik yang pernah dikenalnya, bukan hanya dikalangan mahsiswa namun juga seluruh fakultas.
DR. Umer Chapra terlibat dalam berbagai organisasi dan pusat penelitian yang berkonsentrasi pada ekonomi Islam. Saat ini dia menjadi penasehat pada Islamic Research and Training Institute (IRTI) dari IDB Jeddah. Sebelumnya ia menduduki posisi di Saudi Arabian Monetary Agency (SAMA) Riyadh selama hampir 35 tahun sebagai penasihat peneliti senior. Aktivitasnya di lembaga-lembaga ekonomi Arab Saudi ini membuatnya di beri kewarganegaraan Arab Saudi oleh Raja Khalid atas permintaan Menteri Keuangan Arab Saudi, Shaikh Muhammad Aba al-Khail. Lebih kurang selama 45 tahun beliau menduduki profesi diberbagai lembaga yang berkaitan dengan persoalan ekonomi diantaranya 2 tahun di Pakistan, 6 tahun di Amerika Serikat, dan 37 tahun di Arab Saudi. Selain profesinya itu banyak kegiatan ekonomi yang dikutinya, termasuk kegiatan yang diselenggarakan oleh lembaga ekonomi dan keuangan dunia seperti IMF, IBRD, OPEC, IDB, OIC dan lain-lain.
Beliau sangat berperan dalam perkembangan ekonomi Islam. Ide-ide cemerlangnya banyak tertuang dalam karangan-karangannya. Kemudian karena pengabdiannya ini beliau mendapatkan penghargaan dari Islamic Development Bank dan meraih penghargaan King Faisal International Award yang diperoleh pada tahun 1989.
Beliau adalah sosok yang memiliki ide-ide cemerlang tentang ekonomi islam. Telah banyak buku dan artikel tentang ekonomi islam yang sudah diterbitkan samapai saat ini telah terhitung sebanyak 11 buku, 60 karya ilmiah dan 9 resensi buku. Buku dan karya ilmiahnya banyak diterjemahkan dalam berbagai bahasa termasuk juga bahasa Indonesia.
Buku pertamanya, Towards a Just Monetary System, Dikatakan oleh Profesor Rodney Wilson dari Universitas Durham, Inggris, sebagai “Presentasi terbaik terhadap teori moneter Islam sampai saat ini” dalam Bulletin of the British Society for Middle Eastern Studies (2/1985, pp.224-5). Buku ini adalah salah satu fondasi intelektual dalam subjek ekonomi Islam dan pemikiran ekonomi Muslim modern sehingga buku ini menjadi buku teks di sejumlah universitas dalam subjek tersebut.
Buku keduanya, Islam and the Economic Challenge, di deklarasikan oleh ekonom besar Amerika, Profesor Kenneth Boulding, dalam resensi pre-publikasinya, sebagai analisis brilian dalam kebaikan serta kecacatan kapitalisme, sosialisme, dan negara maju serta merupakan kontribusi penting dalam pemahaman Islam bagi kaum Muslim maupun non-Muslim. Buku ini telah diresensikan dalam berbagai jurnal ekonomi barat. Profesor Louis Baeck, meresensikan buku ini di dalam Economic Journal dari Royal Economic Society dan berkata: “ Buku ini telah ditulis dengan sangat baik dan menawarkan keseimbangan literatur sintesis dalam ekonomi Islam kontemporer. Membaca buku ini akan menjadi tantangan intelektual sehat bagi ekonom barat. “ ( September 1993, hal. 1350 ). Profesor Timur Kuran dari Universitas South Carolina, mereview buku ini dalam Journal of Economic Literature untuk American Economic Assosiation dan mengatakan bahwa buku ini menonjol sebagai eksposisi yang jelas dari keterbukaan pasar Ekonomi Islam. Kritiknya terhadap sistim ekonomi yang ada secara tidak biasa diungkap dengan pintar dan mempunyai dokumentasi yang baik. Umer Chapra, menurutnya telah membaca banyak tentang kapitalisme dan sosialisme sehingga kritiknya berbobot. Dan, Profesor Kuran merekomendasikan buku ini sebagai panduan sempurna dalam pemahaman ekonomi Islam.
Pendapat M. Umer Chapra terhadap ekonomi Islam pernah dikatakannya dan didefinisikannya sebagai berikut: Ekonomi Islam didefinisikan sebagai sebuah pengetahuan yang membantu upaya realisasi kebahagiaan manusia yang berada dalam koridor yang mengacu pada pengajaran Islam tanpa memberikan kebebasan individu atau tanpa perilaku makro ekonomi yang berkesinambungan dan tanpa ketidakseimbangan lingkungan.
Prinsip – prinsip paradigma islam
a. Rational Ekonomic Man
Mainstream pemikiran Islam sangat jelas dalam mencirikan tingkah laku rasional yang bertujuan agar mampu mempergunakan sumber daya karunia Allah dengan cara yang dapat menjamin kesejahteraan duniawi individu. Kekayaan menurut islam akan membangkitkan berbuat salah salah atau mengajak pada pemborosan, keangkuhan dan ketidakadilan yang harus dikecam keras. Sedangkan kemiskinan telah dianggap sebagai hal tidak disukai karena menumbulkan ketidakmampuan dan kelemahan.
b. Positivisme
Positivisme dalam ekonomi konvensional memiliki arti ”kenetralan mutlak antara seluruh tujuan”atau ”beban dari posisi etika atau pertimbangan-pertimbangan normatif”. Hal ini berseberangan dengan islam. Para ulama telah mengakui bahwa al Quran dan Sunnah telah menjelaskan bahwa seluruh sumber daya adalah amanah dari Allah dan manusia akan diminta pertanggungjawabannya.
c. Keadilan
Harun Ar Rasyid mengatakan bahwa memperbaiki kesalahan dengan menegakkan keadilan dan mengikis keadilan akan meningkatkan pendapataaan pajak, mengeskalasi pembangunan negara, serta akan membawa berkah yang menambah kebajikan di akhirat. Ibnu Khaldun juga mengatakan bahwa mustahil bagi sebuah negara untuk dapat berkembang tanpa keadilan.
d. Pareto Optimum
Dalam islam penggunaan sumber daya yang paling efisien diartikan dengan maqashid. Setiap perekonomian dianggap telah mencapai efisiensi yang optimum bila telah menggunakan seluruh potensi sumber daya manusia dan materi yang terbatas sehingga kualitas barang dan jasa maksimum dapat memuaskan kebutuhan.
Intervensi Negara
Al Mawardi telah mengatakan bahwa keberadaan sebuah pemerintahan yang efektif sangat dibutuhkan untuk mencegah kedzaliman dan pelanggaran. Nizam al Mulk menyebutkan bahwa tugas dan tanggung jawab negara atau penguasa adalah menjamin keadilan.dan menjalankan segala sesuatu yang penting untuk meraih kemakmuran masyarakat luas.
Elemen – elemen starategis yang penting dalam ekonomi islam:
Penyaringan yang merata atas klaim yang berlebihan. Masalah yang dihadapi setiap masyarakat adalah bagaimana menyaring klaim-klaim yang tidak terbatas terhadap sumber-sumber daya yang ada. Agar terciptanya pemerataan terhadap sumber daya yang ada, maka islam adalah filter supaya terciptanya pemerataan tersebut.
Motivasi
Masalah selanjutnya yang dihadapi adalah bagaimana memotivasi individu untuk melayani kepentingan social karena setiap individu selalu ingin melayani dan memenuhi kepentingannya sendiri. Menurut pendekatan islam, melayani kepentingan sosial pada hakikatnya adalah melayani kepentingan diri sendiri, harus ada harmonisasi antara kepentingan individu dengan kepentingan sosial .
Restrukturisasi sosioekonomi. Restrukturisasi dilakukan dengan cara memperkuat nilai-nilai moral dan mereformasi sistem perekonomian agar terciptanya kestabilan ekonomi.
Peran Negara
Restrukturisasi tidak mungkin dapat dilaksanakan secara efektif apabila tidak adanya peran Negara atau pemerintah. Dalam hal ini pemerintah harus berperan positif dan berorientasi pada sasaran di dalam ekonomi.
Lima tindakan kebijakan
Ada lima tindakan kebijakan yang diajukan bagi pembangunan yang disertai dengan keadilan dan stabilitas, yaitu :
1. memberikan kenyamanan kepada faktor manusia .
2. mereduksi konsentrasi kekayaan.
3. melakukan restrukturisasi ekonomi
4. melakukan restrukturisasi keuangan.
5. rencana kebijakan strategis.
Di antara tindakan-tindakan kebijakan ini mungkin sudah sangat akrab bagi mereka yang sudah bergelut dalam literatur pembangunan. Akan tetapi, yang lebih penting adalah injeksi dimensi moral ke dalam parameter pembangunan. Tanpa sebuah integrasi moral, tidak mungkin dapat diwujudkan adanya efisiensi atau pemerataan seperti yang sudah didefinisikan diatas.
Keuangan Publik
Zakat
Zakat merupakan kewajiban religius bagi seorang muslim sebagaimana shalat, puasa dan naik haji, yang harus dikeluarkan sebagai proporsi tertentu terhadap kekayaan atau output bersihnya. Hasil zakat ini tidak bias dibelanjakan oleh pemerintah sekehendak hatinya sendiri. Namun demikian, pemerintahan islam harus tetap menjaga dan memainkan peranan penting dalam memberikan kepastian dijalankannya nilai-nilai islam.
Agar zakat memainkan peranannya secara berarti, sejumlah ilmuan menyarankan bahwa zakat ini seharusnya menjadi suplemen pendapatan yang permanen hanya bagi orang-orang yang tidak mampu menghasilkan pendapatan yang cukup melalui usaha-usahanya sendiri. Untuk kepentingan lainnya, zakat dipergunakan hanya untuk menyediakan pelatihan dan modal unggulan baik secara kredit yang bebas bunga ataupun sebagai bantuan untuk membuat mereka mampu membentuk usaha-usaha kecil sehingga dapat berusaha mandiri
6. Abu a’la al- maududi
Abu a’la al- maududi adalah seirang pemikir islam pada fase ke tiga ( 850-1350 H) yang biasa disebut dengan masa modern atau kontemporer. Beliau hanya membicarakan tentang sistem ekonomi yang sekarang terkenal didunia yaitu perbedaan pada sistem kapitalis, komunis, dan islam sistem ekonomi islam dan sendi- sendinya.
Abu a’ la dilahirkan pada 3 rajab 1321H/25 september 1903 di Aurangbad, sebuah kota yang terkenal di Hyberad ( Deccan). Beliau dilahirkan dalam keluarga yang religius dan masih mempunyai hubungan erat dengan Nabi Muhammad SAW. Ayahnya bernama Abu hasan seorang pengacara yang terkenal sebagai orang yang alim dan rajin beribadah.
Pendidikan Abu a’la dimiliki di Madrasah Furqoniyah. Sebuah sekolah menengah yang mencoba menerapkan sistem pendidikan naral modern dan islam tradisional. Ketika beliau sedang melanjutkan pendidikan S-1di Darul Ulum Hyberad, perkuliahannya terganggu karena kematian ayahnya.
Setelah kematian ayahnya, beliau menekuni bidang penulisan. Tulisan beliau banyak mencakup bidang politik, social, ekonomi, kebudayaan dan agama. Sekitar tahun 1920 Maududi menunjukkan minatnya terhadap politik dengan menggabungkan gerakan khilafat yang mana berasosiasi dengan tahrik e hijrat, sebuah perkumpulan yang menentang penjajahan Inggris di India. Bagaimanapun ia merasakan bahwa kepemimpinan gerakan tersebut adalah salah satu tujuan dan strategi gerakan. Melalui bukunya “ Al- jihad fil Islam “ beliau menceritakan kehidupan yang dialaminya di perkumpulan tersebut. Pada tanggal 22 september 1979, beliau meninggal dunia di kediamannya, Icha (Lahore) setelah penderitaan lama yang dialaminya sejak tahun 1972.
Perbedaan pada sistem kapitalis, komunis, dan islam. Sistem kapitalis teory yang menjadi landasan bagi sistem ini bahwa individu adalah pemilik satu-satunya bagi apa yang dihasilkannya sedangkan yang orang lain tidak mempunyaai hak apa-apa. Ia berhak memonopoli semua alat produksi yang dapat dicapai dengan Usahanya. Ia berhak untuk tidak mengeluarkannya, kecuali pada jalan yang memberi keuntungan kepadanya dan teory ini bertitik tolak pada egoisme.
Suatu hal yang terjadi dalam sistem kapitalis ini adalah lahirnya kecenderungan yang keras dikalangan masyarakat ramai untuk mengumpulkan kekayaan dan mengeluarkannya pada jalan yang mendatangkan keuntungan baginya. Tidak ada perbedaan pada kapitalisme antara riba dengan jual beli, keduanya sudah bercampur aduk. Perdagangan dengan riba dalam sistem ini saling membutuhkan satu sama lain, perdagangan tidak mungkin daopat kemajuan kecuali dengan riba.
Sistem Komunis, sistem ini berdiri diatas dasar yang mengatakan bahwa alat produksi selurunya menjadi milik bersama antara anggota masyarakat individu sebagai orang yang tidak mermpunyai hak untuk memiliki dan bertindak atasnya menurut keinginan dan menikmatinya secara sendiri- sendiri.
Tujuan sistem ini adalah menegakan keadilan dan keseimbangan dalam pembagian kekayaan tujuan tersebut baik. Akan tetapi untuk mencapainya ia telah memilih satu jalan yang pada hakekatnya memerangi fitrah manusia . menghapuskan hak individu untuk menghayati hak milik perorangan dan menjadikan mereka sebagai pelayan yang bekerja untuk masyarakat.
Sistem Islam teory perekonomian islam adalah ikatan antara kepentingan pribadi dengan masyarakat, adalah erat sema-mata karena fitrah keduanya. Antara keduanya harus ada keselarasan dan keserasian, bukan persaingan dan pertarungan adapun tujuan utama sistem ini supaya segala kebutuhan ekonomi merata diantara individu masyarakat seluruhnya. Pokok dan prinsip yang terbesar dalam sistem ini adalah memberikan kepada individu haka asasi dan pribadinya dengan satu cara yang tidak merusak keseimbangan dalam pembagian kekayaan.
Sistem ekonomi islam dan sendi-sendinya
Perbedaan antara yang halal dan haram mengenai jalan- jalan mencari kekayaan
islam tidak membenarkan bagi umatnya untuk mencari kekayaan semau nya dengan mereka dengan jalan apa saja yang dikehendaki mereka. Tetapi memberikan perbedaan pada mereka antara jalan yang sah dan tidak sah untuk mencari penghidupan, karena mengingat kemaslahatan masyarakat.
Larangan mengumpulkan harta. Masalah penting yang kedua adalah seyogyanya orang tidak mengumpulkan harta yang didapatnya dengan tidak sah karena yang demikian menghambat perputaran kekayaan dan merusak keseimbangan dalam pembagiannya dikalangan orang ramai.
Perintah untuk membelanjakan harta. Islam menyuruh membelanjakan harta. Tetapi dengan perintah ini tidak dibenarkan membelanjakan harta dengan boros . sudut tinjauan ini berlainnan sama sekali dengan pandangan menurut kaitalis. Seorang kapitalis menyangka, apabila mengeluarkan harta dijalan kebaikan maka ia akan jatuh miskin dan apabila dikumpulan hartanya akan jadi kaya. Sedangkan islam berkata “sesungguhnya Allah memberkati harta seseorang bila dibelanjakan di jalan kebaikan dan melipat gandakannya”Seorang kapitalis menyangka semua harta yang dikeluarkan dijalan kebaikan telah hilangadan tidak akan kembali lagi sedangkan islam berkata sebaliknya seorang kapitalis menyangka apabila ia mengumpulkan harta lalu meminjamkan kepada orang lain dengan riba atau bunga maka akan bertambah dan menjadi banyak sedangkan islam mengatakan bahwa harta itu berkurang dengan riba dan tidak bertambah.
Zakat. Islam membuat suatu undang- undang yang mewajibkan pemungutan suatu jumlah tertentu dari kekayaan orang banyak untuk kesejahteraan masyarakat, jumlah tertentu inilah yang dinamakan zakat.
Hukum waris yang dikehendaki islam dari hukum ini adalah barang siapa yang meninggaal dunia sedang ia meninggalakan harta, banyak atau sedikat, syogyanya di bagikan kepada kaum kerabat (ahli waris) jika tidak memepunyai ahli waris sebaiknya diserahkan kepada “ baitul maal” kaum muslimin hukum waris ini tidak ada bandingannya dalam suatu sistem ekonomi yang lain karena yang dikehendaki oleh sistem2 itu ialah supaya kekayaan yang dikumpulkan oleh satu orang tetap terkumpul ditangan satu orang atau beberapa orang yang terbatas jumlahnya. Pembagian harta rampasan Islam memerintahkan supaya yang dapat dirampas oleh kaum muslimin di medan perang dibagi menjadi lima bagian 4 bagian untuk orang yang turut berperang dan sebagian lagi untuk kepentingan kaum muslimin.
Riba.
Menurut bahasa bermakan ziyadah (tambahan) dalam pengertian lainnya riba juga berarti tambahan dan membesar, adapun menurut istilah riba berarti pengambilan tasmbahan dari harta pokok atau modal secara batil adalah tambahan yang dihasilkan dari modal harta sebagai imbalan dari penundaan waktu . Riba pada masa jahiliyah mempunyai beberapa bentuk diantaranya:
Menurut imam qotadah : seorang menjual seseuatu dengan tempo jika telah jatuh tempo yang telah ditentukan tidak bisa membayarnuya maka harus menambah. Mujahid, seorang memberika hutang kepada lainnya maka disyaratkan ini dan itu maka saya akan mengakhirinya. Abu bakar al jashos yaitu jual beli yang ditentukan dengan tambahan dan tambahan itu disyaratkan sebagai ganti dari waktu. Ibnu hajr al makkym yakni yang terkenal pada masa jahilayah yaitu mereka membayar hutang kepada orang laian pada waktu yang dfitentrukan dan diambika dari mpengembaliannya itu imbalan yang jelas setiap bulan.
Perbedaan antara jual beli dan riba jual beli adala penjual memberikan barang dagangan kepada pembeli kemudian keduanya menetapkan harga dari barang dagangan itu dan barang dagangan tersebut diterima pembeli dari penjual dari harga yang di tentukan bisa jadi penjual menyiapkan barang dagangan dengan jerih payahnya, dan harta sendiri( pembeli) maka ke2 contoh ini dipersiapkan upah atas kesungguhannya terhadap modal yang dibelikan barang dagangan yang di jualnya atau dipersiapkannya maka ini disebut dengan untung.
Riba adalah bila seorang memberikan modal kepada orang lain dan mengharapkan tambahan yang telah di tentukan pada awal perjanjian dan tambahan itu adalah perimbangan antara modal tersebut atau riba itu adalah upah atas harta atau barang tetapi upah itu atas dasar waktu yang telah ditentukan jadi seorang penjual mensyaratkan kepada pembeli dengan tambahan jika pembayaran tersebut dengan waktu tertentu.
Pinjam meminjam dapat dikatakan riba apabila terdapat 3 unsur:
Tambahan atas modal pokok
Tambahan itu sebagai perimbangan waktu hutang
Tambahan itu disyaratkan dalam akad peminjaman
7. Yusuf Qordhowi
Islam menyatakan perang dengan kemiskinan, dari berusaha keras membendungnya, serta mengawasi berbagai kemungkinan yang dapat menimbulkannya, guna menyelamatkan aqidah, akhlak dan perbuatan memelihara kehidupan rumah tangga, dan melindungi kesetabilan serta ketentraman masyarakat. Di samping itu untuk mewujudkan jiwa persaudaraan antara sesama anggota masyarakat.
Demikian juga dengan apa yang dikemukakan oleh Yusuf al- Qordawy, bahwa kemiskinan ini bisa terentaskan kalau setiap individu mencapai taraf hidup yang layak didalam masyarakat. Dan untuk mencapai taraf hidup yang diidealkan itu islam memberikan kontribusi berbagai cara dengan jalan sebagai berikut:
Bekerja.
Setiap orang yang hidup dalam masyarakat Islam, diharuskan bekerja dan diperhatikan berkelana dipermukaan bumi ini. Serta diperintahkan makan dari rizki Allah. Sebagaimana disebutkan dalam QS. Al-Mulk : 15 : Artinya : “Dialah yang menjadikan bumi itu rumah bagimu, maka berjalanlah disegala penjurunya dan makanlah sebagian rizki-Nya”.
Bekerja merupakan suatu yang utama untuk memerangi kemiskinan, modal pokok untuk menvapai kekayaan, dan faktor dominan dalam menciptakan kemakmuran dunia. Dalam tugas ini, Allah telah memilih manusia unbtuk mengelola bumi, sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Allah, bahwa hal itu pernah diajarkan oleh Nabi Saleh a.s kepada kaumnya, QS. Hud: 61: Artinya : “Wahai Kaumku ! sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada bagimu tuhan, melainkan dia. Dia telah menciptakan kamu dari tanah (liat) dan menjadikan kamu sebagai pemakmurmu”.
Mencukupi keluarga yang lemah.
Sudah menjadi dasar pokok dalam syari’at Islam, bahwa setiap individu harus harus memerangi kemiskinan dengan mempergunakan senjatanya, yaitu dengan bekerja dan berusaha. Di balik itu, apa dosa orang-orang lemah yang tidak mampu bekerja? Apa dosa para janda yang ditinggal para suaminya dalam keadaan tidak berharta? Apa dosa anak-anak yang masih kecil dan orang tuanya yang sudah lanjut usia? Apa dosa orang cacat selamanya, sakit dan lumpuh? sehingga mereka semua kehilangan pekerjaannya? apakah mereka dibiarkan begitu saja karena bencana tengah melanda dan menimpa mereka, sehingga mereka terlantar dalam kehidupan yang tidak menentu? Melihat realitas di atas Islam tidak menutup mata, namun Islam justru mengentaskan mereka dari lembah kemiskinan dan kemelaratan, serta menghindari mereka dari perbuatan rendah dan hina, seperti mengemis dfan meminta-minta.
Pertama-tama konsep yang yang dikemukakan untuk menanggulangi hal itu adalah adanya jaminan antara anggota suatu rumpun keluarga, Islam telah menjadikan antara anggota keluarga saling menjamin dan mencukupi. Sebagian meringankan penderitaan anggota yang lain. Yang kuat membantu yang lemah, yang kaya menvukupi yang miskin, yang mampu memperkuat yang tidak mampu, karena itu hubungan yang mengikat mereka.
Faktor kasih sayang, cinta mencintai, dan saling membantu adalah ikatan serumpun kerabat. Demikinlah sebenarnya hakekat hubungan alami. Hal ini telah didukung oleh kebenaran syari’at Islam, sebagaimana yang disebutkan dalm QS. Al- Anfal: 75:
Artinya: “Dan anggota keluarga, sebagiannya lebih berhak terhadap anggota keluarga yang lain, menurut kitab Allah”.
Zakat
Islam mewajibkan setiap orang sehat dan kuat, untuk bekerja dan berusaha mencapai rizki Allah, guna menccukupi dirinya dan keluarganya, sehingga sanggup mendermakan hartanya di jalan Allah. Bagi orang yang tidak mampu berusaha dan tidak sanggup bekerja, serta tidak mempunyai harta warisan atau simpanan guna mencukupi kebutuhan hidupnya, ia berhak mendapatkan jaminan dari keluarganya yang mampu. Keluarga yang mampu tadi berkewajiban memberikan bantuan serta bertanggung jawab terhadap nasib keluarga yang miskin. Namun demikian, tidak semua fakir miskin mempunyai keluarga yang mampu dan sanggup memberi bantuan. Apakah kiranya yang akan dibuat oleh fakir miskin yang malang itu? Apakah mereka dibiarkan begitu saja, hidup dibawah tekanan kemelaratan dan ancaman kelaparan, sedangkan masyarakat disekitarnya yang didalamnya terdapat orang-orang kaya, hanya menyaksikan penderitaan mereka?. Islam tidak akan membiarkan begitu saja nasib fakir miskin yang terlantar. Sesungguhnya allah SWT telah menetapkan bagi mereka suatu hak tertentu di dalam harta orang-orang kaya, dan suatu bagian yang tetap dan pasti, yaitu zakat. Sasaran utama bagi zakat itu adalah untuk mencukupi kebutuhan orang-orang miskin. Di samping zakat juga masih ada hak-hak material lain, yang wajib di penuhi oleh orang Islam, karena berbagai sebab dan hubungan. Kesemuanya itu merupakan sumberdana bantuan bagi orang-orang fakir dan miskin merupakan kekuatan untuk mengusir kemiskinan dari tubuh masyarakat Islam. Hak- hak tersebut diantaranya adalah :
a. Hak bertetangga
b. Korban Hari Raya Haji
c. Melanggar Sumpah
d. Kafarah sumpah
e. Kafarah Diha
f. Kafarah
g. Fidyah bagi yang lanjut usia
h. Al- Hadyu (pelanggaran dalam ibadah haji)
i. Hak tanaman pada saat mengentan
j. Hak mencukupi fakir miskin.
Al-Khizanah al-Islamiyah (sumber Material dalam Islam atau Baitul Mal)
Apabila dalam distribisi kekayaan yang diambil dari zakat untuk para fakir miskin tidak mencukupi, maka dapat diambil dari persediaan dari sumber material yang lain. Sumber material yang dimaksud adalah Khizanah al- Islamiyah. Sumber-sumber material dalam Islam disini meliputi hak milik negara dan kekayaan-kekayaan umum, yang dikelola dan diurus oleh pemerintah, baik yang digarap langsaung maupun yang dikerjakan bersama, seperti harta wakaf, sumber kekayaan alam, dan barang tambang yang ditetapkan dalam Islam.
Sebagian besar ahli fiqih Islam sangat berhati-hati dalam menyelamatkan hak fakir miskin dalam hubungannya dengan harta zakat. Karena itu, mereka tidak membolehkan harta zakat itu seluruhnya atau sebagian dipergunakan untuk kepentingan umum. Misalnya, untuk pembiayaan angkatan perang atau keperluan-keperluan lainnya yang serupa, meski pada saat itu kas anggaran belanja induk mengalami minus. Sedangkan kas anggaran belanja zakat dalam keadaan surplus. Kecuali dengan jalan pinjaman atas nama kas anggaran belanja induk, yang nantinya setelah kas anggaran belanja iru surplus kembali, pinjaman itu harus dikembalikan kepada kas anggaran belanja zakat.
Kekayaan itu harus dipegang dan dikuasai oleh pemerintah agar seluruh rakyat bisa menikmati manfaatnya. Segala sesuatu yang merupakan pemasukan Khizanah al-Islamiyah merupakan sumber bantuan bagi orang-orang miskin, manakala pemasukan dan zakat tidak mencukupi para fakir miskin. Khizanah al-islamiyah ini sangat penting keberadaannya karena, ketika di antara kaum muslimin orang-orang fakir dan miskin
membutuhkan bantuan, sedangkan kas sedekah (zakat) mengalami kekosongan. Dalam hal ini seorang imam (kepala negara) boleh mengambil uang khas harta pajak untuk memenuhi kebutuhan mereka tersebut. Pinjaman itu tidak perlu dinyatakan sebagai pinjaman yang harus dibayar oleh khas sedekah. Dari baitul mal ini sesungguhnya merupakan persediaan paling terakhir setiap orang fakir dan orang-orang yang berkekurangan. Karena itu baitul mal milik semua orang, bukan milik seorang amir (pimpinan/kepala negara) atau kelompok orang-orang tertentu.
Shodaqoh
Islam juga berusaha membentuk pribadi yang luhur, dermawan, dan murah hati. Pribadi yang luhur adalah insan yang suka memberikan lebih dari apa yang diminta, suka mendermakan lebih dari apa yang diwajibkan. Ia suka memberikan sesuatu, kendati tidak diminta dan tidak dituntu terlebih dahulu. Ia suka berderma (memberi infaq) dikala siang maupun malam.
Sebab itulah, telah turun sejumlah al-qur’an yang agung dan hadits Rasulullah yang mulia sebagai pembawa berita gembira dan penyampaian ancaman siksa, pembangkit dan penggerak gairah kerja, pendorong kearah ikhlas, berjuang, dan berderma serta pencegah sikap-sikap kikir dan bakhil. Sebagaimana Allah berfirman dalam QS. Al-baqarah (2): 245:
Artinya: “Siapa saja yang mau meminjamkan kepada Allah dengan satu pinjaman yang baik, ia akan mengadakan (pembayaran) itu dengan berlipat ganda. Sebab, Allah-lah yang menyempitkan dan meluakan rizki, dan kepadanyalah kalian dikendalikan”. Allah berfirman dalam QS. Al-Insan: 8- 10, yang berbunyi; Artinya : “Dan mereka memberi makanan yang diseganinya, kepada orang-orang miskin, dan anak-anak yatim, dan orang tawanan. Sesungguhnya kami tidak memberi makanan kepada kamu melainkan karena Allah, kami tidak mengharap dari kamu balasan dan ucapan terimakasih. Sesungguhnya kami takit akan adzab Tuhan kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang yang bermuka masam penuh kesulitan”.
Al-Ghazali dan Kebijakan Moneter
Menurut Yusuf Qardhawi, kedalaman pengetahuan al-Ghazali tentang ekonomi yang paling berharga adalah mengenai keuangan dan fungsinya di abad pertengahan. Pada Ihya’ Ulum al-Din pada bab as-Syukrumembicarakan masalah uang yang dipergunakan manusia dan sekaligus merupakan nikmat dari Allah. Al-Ghazali berpendapat bahwa uang adalah sesuatu yang amat penting dalam aktivitas bisnis, karena uang merupakan salah satu nikmat Allah. Keduanya (dinar dan dirham) merupakan penegak dunia, dan manusia akan selalu membutuhkannya sehingga harus ditempatkan sesuai dengan aturan-aturan Allah. Al-Ghazali menghimbau bahwa dalam penggunaannya, uang jangan sampai disalahgunakan.
Penyebab utama runtuhnya tata moneter secara makro harus disadari, karena uang bukan lagi sebagai alat tukar (medium of change), akan tetapi sudah menjadi komoditas. Padahal dalam tata aturan syari’ah, uang hanya boleh dipergunakan sebagai alat tukar barang dan jasa. Apabila uang dikembalikan pada posisinya sebagai alat tukar, maka dapat dipastikan tidak akan terjadi krisis moneter.
Uang bukan komoditi dan oleh karenanya tidak dapat diperjualbelikan dengan harga tertentu. Al-Ghazali juga mengatakan bahwa memperjualbelikan uang ibarat memenjarakan fungsi uang. Jika banyak uang yang diperjualbelikan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang.
Ekonomi Islam hanya mengenal uang dalam fungsinya sebagai alat pertukaran (medium of change), yakni uang sebagai media untuk mengubah barang dari satu bentuk ke bentuk lain dan uang sebagai satuan unit (unit of account) yaitu kebiasaan menyatakan harga dalam satuan uang untuk menyederhanakan berbagai kalkulasi ekonomi. Hal itu memudahkan perbandingan harga aneka komoditi. Bayangkan saja apa yang terjadi seumpama setiap kali kita harus menghitung harga berbagai barang dan jasa yang kita konsumsi dalam nilai satuan barang dan jasa lainnya.
Teori ekonomi konvensional memasukkan alat penyimpan nilai (store of value) sebagai salah satu fungsi uang; di dalamnya termasuk motif uang yaitu demand for speculation. Namun hal semacam ini tidak diperbolehkan dalam Islam. Islam hanya memperbolehkan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga. Islam sama sekali menolak penggunaan uang untuk spekulasi. Al-Ghazali pun mengingatkan, “memperdagangkan uang ibarat memenjarakan fungsi uang. Jika banyak uang diperdagangkan, niscaya tinggal sedikit uang yang dapat berfungsi sebagai uang”. Bila hal ini terjadi, maka dapat mengakibatkan deflasi dan kehancuran ekonomi secara menyeluruh.
Sebagai kesimpulan akhir, upaya al-Ghazali dalam mengedepankan norma dan etika (syari’ah) untuk mewujudkan kesejahteraan umat sebagai visi ekonomi al-Ghazali, merupakan bagian esensial dalam mengarahkan ekonomi yang lebih etis, manusiawi dan berkeadilan. Visi ekonomi al-Ghazali masih sangat memungkinkan untuk dikembangkan di masa sekarang dan mendatang.
Prinsip-prinsip dalam Ekonomi Islam
Thomas Khun menyatakan bahsa setiap sistem ekonomi mempunyai inti paradigma. Inti paradigma ekonomi Islambersumber dari Al-Quran dan Sunnah.Ekonomi Islam mempunyai sifat dasar sebagai ekonomi Rabbani dan Insani.Disebut Ekonomi Rabbani karena sarat dengan arahan dan nilai-nilai Ilahiyah. Sedangkan ekonomi Insani karena ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuran manusia. (Qardhawi).
Menurut Yusuf Qardhawi (2004), ilmu ekonomi Islam memiliki tiga prinsip dasar yaitu tauhid, akhlak, dan keseimbangan. Dua prinsip yang pertama kita sama-sama tahu pasti tidak ada dalam landasan dasar ekonomi konvensional. Prinsip keseimbangan pun, dalam praktiknya, justru yang membuat ekonomi konvensional semakin dikritik dan ditinggalkan orang. Ekonomi islam dikatakan memiliki dasar sebagai ekonomi Insani karena sistem ekonomi ini dilaksanakan dan ditujukan untuk kemakmuranmanusia.Sedangkan menurut Chapra, disebut sebagai ekonomi Tauhid.Keimanan mempunyai peranan penting dalam ekonomi Islam, karena secara langsung akan mempengaruhi cara pandang dalam membentuk kepribadian, perilaku, gaya hidup, selera,dan preferensi manusia, sikap-sikap terhadap manusia, sumber daya dan lingkungan.Saringan moral bertujuan untuk menjaga kepentingan diri tetap berada dalam batas-batas kepentingan sosial dengan mengubah preferensi individual seuai dengan prioritas sosial dan menghilangkan atau meminimalisasikan penggunaan sumber daya untuk tujuan yang akan menggagalkan visi sosial tersebut, yang akan meningkatkan keserasian antara kepentingan diri dan kepentingan sosial.(Nasution dkk)
Dengan mengacu kepada aturan Ilahiah, maka setiap perbuatan manusia mempunyai nilai moral dan ibadah. Pada paham naturalis, sumber daya menjadi faktor terpenting dan pada pada paham monetaris menempatkan modal financial sebagai yang terpenting.Dalam ekomoni Islam sumber daya insanilah yang terpenting.
Karasteristik Ekonomi Islam bersumber pada Islam itu sendiri yang meliputi tiga asas pokok. Ketiganya secara asasi dan bersama mengatur teori ekonomi dalam Islam, yaitu asas akidah, akhlak, dan asas hukum (muamalah).
Ada beberapa Karasteristik ekonomi Islam sebagaimana disebutkan dalam Al-Mawsu’ah Al-ilmiah wa al-amaliyah al-islamiyah yang dapat diringkas sebagai berikut:
Harta Kepunyaan Allah dan Manusia Merupakan Khalifah Atas Harta
Karasteristik pertama ini terdiri dari 2 bagian yaitu :
Pertama, semua harta baik benda maupun alat produksi adalah milik Allah Swt, firman Q.S. Al- Baqarah, ayat 284 dan Q.S.Al -Maai’dah ayat17. Kedua, manusia adalah khalifah atas harta miliknya.Sesuai dengan firman Allah dalam QS. Al-Hadiid ayat 7.
Selain itu terdapat sabda Rasulullah SAW, yang juga mengemukakan peran manusia sebagai khalifah, diantara sabdanya ”Dunia ini hijau dan manis”.Allah telah menjadikan kamu khalifah (penguasa) didunia. Karena itu hendaklah kamu membahas cara berbuat mengenai harta di dunia ini.
Dapat disimpulkan bahwa semua harta yang ada ditangan manusia pada hakikatnya milik Allah, akan tetapi Allah memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkannya.
Sesungguhnya Islam sangat menghormati milik pribadi, baik itu barang- barang konsumsi ataupun barang- barang modal. Namun pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain. Jadi, kepemilikan dalam Islam tidak mutlak, karena pemilik sesungguhnya adalah Allah SWT.
Pada QS.an-Najm ayat 31 dan Firman Allah SWT. dalam QS. An-Nisaa ayat 32 dan QS. Al-Maa’idah ayat 38. jelaslah perbedaan antara status kepemilikan dalam sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi yang lainnya. Dalam Islam kepemilikan pribadi sangat dihormati walau hakekatnya tidak mutlak, dan pemanfaatannya tidak boleh bertentangan dengan kepentingan orang lain dan tentu saja tidak bertentangan pula dengan ajaran Islam. Sementara dalam sistem kapitalis, kepemilikan bersifat mutlak dan pemanfaatannya pun bebas.sedangkan dalam sistem sosialis justru sebaliknya, kepemilikan pribadi tidak diakui, yang ada kepemilikan oleh negara.
Ekonomi Terikat dengan Akidah, Syariah (hukum), dan Moral
Diantara bukti hubungan ekonomi dan moral dalam Islam (yafie, 2003: 41-42) adalah: larangan terhadap pemilik dalam penggunaan hartanya yang dapat menimbulkankerugian atas harta orang lain atau kepentingan masyarakat, larangan melakukan penipuan dalam transaksi, larangan menimbun emas dan perak atau sarana- sarana moneter lainnya, sehinggamencegah peredaran uang, larangan melakukan pemborosan, karena akan menghancurkan individu dalam masyarakat.
Keseimbangan antara Kerohanian dan Kebendaan
Beberapa ahli Barat memiliki tafsiran tersendiri terhadap Islam. Mereka menyatakan bahwa Islam sebagai agama yang menjaga diri, tetapi toleran (membuka diri). Selain itu para ahli tersebut menyatakan Islam adalah agama yang memiliki unsur keagamaan (mementingkan segi akhirat) dan sekularitas (segi dunia).Sesungguhnya Islam tidak memisahkan antara kehidupan dunia dan akhirat.
Ekonomi Islam Menciptakan Keseimbangan antara Kepentingan Individu dengan Kepentingan umum.
Arti keseimbangan dalam sistem sosial Islam adalah, Islam tidak mengakui hak mutlak dan kebebasan mutlak, tetapi mempunyai batasan- batasan tertentu, termasuk dalam bidang hak milik. Hanya keadilan yang dapat melindungi keseimbangan antara batasan- batasan yang ditetapkan dalam sistem Islam untuk kepemilikan individu dan umum. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang untuk mensejahterakan dirinya, tidak boleh dilakukan dengan mengabaikan dan mengorbankan kepentingan orang lain dan masyarakat secara umum.
Kebebasan Individu Dijamin dalam Islam
Individu-individu dalam perekonomian Islam diberikan kebebasan untuk beraktivitas baik secara perorangan maupun kolektif untuk mencapai tujuan. Namun kebebasan tersebut tidak boleh melanggar aturan- aturan yang telah digariskan Allah SWT. Dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadis. Dengan demikian kebebasan tersebut sifatnya tidak mutlat.
Prinsip kebebasan ini sangat berbeda dengan prinsip kebebasan sistem ekonomi kapitalis maupun sosialis. Dalam kapitalis, kebebasan individu dalam berekonomi tidak dibatasi norma- norma ukhrawi, sehingga tidak ada urusan halal atau haram. Sementara dalam sosialis justru tidak ada kebebasan sama sekali, karena seluruh aktivitas ekonomi masyarakat diatur dan ditujukan hanya untuk negara.
Negara Diberi Wewenang Turut Campur dalam Perekonomian
Islam memperkenankan negara untuk mengatur masalah perekonomian agar kebutuhan masyarakat baik secara individu maupun sosial dapat terpenuhi secara proporsional. Dalam Islam negara berkewajiban melindungi kepentingan masyarakat dari ketidakadilan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang, ataupun dari negara lain. Negara juga berkewajiban memberikan jaminan sosial agar seluruh masyarakat dapat hidup secara layak.
Peran negara dalam perekonomian pada sistem Islam ini jelas berbeda dengan sistem kapitalis yang sangat membatasi peran negara. Sebaliknya juga berbeda dengan sistem sosialis yang memberikan kewenangan negara untuk mendominasi perekonomian secara mutlak.
Bimbingan Konsumsi
Islam melarang orang yang suka kemewahan dan bersikap angkuh terhadap hukum karena kekayaan, sebagaimana Firman Allah dalam QS. Al-Israa ayat 16 :
Petunjuk Investasi
Tentang kriteria atau standar dalam menilai proyek investasi, al-Mawsu’ah Al-ilmiyahwa-al amaliyah al-islamiyah memandang ada lima kriteria yang sesuai dengan Islam untuk dijadikan pedoman dalam menilai proyek investasi, yaitu:
Proyek yang baik menurut Islam.
Memberikan rezeki seluas mungkin kepada anggota masyarakat.
Memberantas kekafiran, memperbaiki pendapatan, dan kekayaan.
Memelihara dan menumbuhkembangkan harta.
Melindungi kepentingan anggota masyarakat.
Zakat
Zakat adalah salah satu karasteristik ekonomi Islam mengenai harta yang tidak terdapat dalam perekonomian lain. Sistem perekonomian diluar Islam tidak mengenal tuntutan Allah kepada pemilik harta, agar menyisihkan sebagian harta tertentu sebagai pembersih jiwa dari sifat kikir, dengki, dan dendam.
Larangan Riba
Islam menekankan pentingnya memfungsikan uang pada bidangnya yang normal yaitu sebagai fasilitas transaksi dan alat penilaian barang. Diantara faktor yang menyelewengkan uang dari bidangnya yang normal adalah bunga (riba). Ada beberapa pendapat lain mengenai karasteristik ekonomi Islam, diantaranya dikemukakan oleh Marthon (2004,27-33). Menurutnya hal- hal yang membedakan ekonomi Islam secara operasional dengan ekonomi sosialis maupun kapitalis adalah : Dialektika Nilai –nilai Spritualisme dan Materialisme, Kebebasan berekonomi dan Dualisme Kepemilikan.
REFERENSI
http://jokosunarto27.blogspot.com/2012/06/pemikiranibnkhaldun.html#!/2012/06/pemikiran-ibn-khaldun.html
http://shariaeconomics.wordpress.com/2011/02/26/pemikiran-ekonomi-ibnu-khaldun/
http://pembelajarekis.blogspot.com/2011/06/pemikiran-ekonomi-al-ghazali-405-505-h.html
http://shariaeconomicforum.wordpress.com/2012/01/10/membedah-pemikiran-ekonomi-al-ghazali/
http://iimazizah.wordpress.com/2011/04/23/pengantar-sejarah-pemikiran-ekonomi-syariah/