Jumat, 19 Agustus 2011

CERPEN Antara Rinduku dan CintaMu

Kerinduan ini begitu membuatku merasa sesak untuk bernafas, kerinduan yang membuatku tanpa sadar menangis, kerinduan ini yang membuatku merasa kehidupan ini tidak adil bagiku, kerinduan ini yang membuatku merasa lelah.

Bukankah bulan ini, adalah bulan mulia, bulan yang ditunggu-tunggu oleh orang-orang yang begitu cinta akan Penciptnya, keyakinan pada yang Maha Pengampun. Semua orang menyambut dengan berbagai macam cara mereka, ya dengan berbagai macam cara. Lalu bagaimana aku? Sampai detik-detik menuju bulan mulia itupun, aku hanya masih termenung, termenung akan keadaanku. Masihkah aku disebut hambaNya? sedangkan dibulan penuh ampunan ini aku masih menyalahkan keadaan, bahkan aku sampai sempat menyalahkanMu.

Sungguh ya Rabbi, keadaan ini membuatku terasa sesak, Engkau memanggil orang yang ku cintai, orang yang satu-satunya mendampingiku, di bumiMu Rabbi. Kau memanggilnya saat beberapa hari menjelang bulan mulia ini, bulan yang kurindukan. Aku tidak membenciMu saat Kau memanggil Ayahku, padahal aku belum sempat mengingat wajahnya, tapi kali ini Kau memanggil seseorang yang mempertaruhkan jiwa dan raganya saat melahirkan ku keduniaMu. aku merasa sendiri, sendiri dalam relung kehampaan.

***

Dulu aku tidak pernah menyalahkan keadaan, bahkan saat aku sahur dengan ibuku hanya ditemani dengan lampu tempel, dan beberapa lauk-pauk yang disisakan dari jualan keliling untuk berbuka. Tapi aku merasakan kebahagiaan itu, merasakan kehangatan itu, dengan senyumnya ia selalu mengatakan “lihatlah, Allah selalu adil pada hambanya, Allah memberikan apa yang kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan, maka bersyukurlah apa yang kita dapat hari ini, maka Allah akan menambah rizqi pada orang-orang yang bersyukur”, sambil mengusap kerudungku.

Setiap sore kami berkeliling kampung untuk menjual makanan kecil kami, saat melewati anak-anak kecil dijalanan ibuku selalu memberikan makanan yang sudah disisihkan sebelum makanan itu kami jual, aku sering ngomel “kenapa ibu kasihkan padanya, lalu nita makan apa?” sambil cemberut, ibuku hanya tersenyum lalu dia duduk dihadapanku dan mengusap pipiku “kita masih punya makan sisa dari sahur tadi, sedangkan mereka tidak punya bekal, biar kita sama-sama makan ya?, nita kalau senyum lebih cantik” sambil tersenyum.

Saat sholat tarawih ibu mengajaku ke masjid dekat rumah, dan kau bilang “kita beribadah sambil silaturahim dengan yang lain”, dan di sepertiga malam, ibu membangunkanku dengan lembut, mengantarkanku berwudhu, memakaikanku mukena dan mengajaku untuk berdo’a, karena dengan dekat Allah kau akan merasakan kebahagiaan yang tidak bisa diukur dengan apapun, itu yang ibu katakan.

Dan saat takbir menjelang, ibu meminjam setrikaan dari tetangga untuk menyetrika bajuku, baju baruku saat hari raya tahun lalu, tapi aku tidak pernah iri dengan anak-anak yang lain yang membeli baju baru setiap hari raya, bahkan ada yang membeli sampai 3 baju. Karena ibu sering bilang “asal pake kerudung nita itu udah cantik”. Dan dibale kecil belakang rumah kami, ibu mengajariku membuat ketupat, padahal ibu selalu salah tapi kau tetap mengajariku dengan sabar.

***

Dan sekarang bagaimana nasibkuku? Sendirikah sampai hari kemenangan itu datang? Saat Nama-Nama indahMu diucapkan oleh orang-orang yang beriman, yang menggetarkan hati-hati para pencintaMu.

Astagfirullah, Astagfirullah, Astagfirullah ya Rabbi lindungilah diri ini dari syetan-syetan yang godaanya membuatku jauh dariMu, yang membuatku selalu menyalahkanMu, yang membuatku merindunya begitu besar bahkan lebih besar dari rinduku padaMu.

Aku menoleh pada jam dinding, menunjukkan pukul 02.40, Allahu Rabbi tanpa sadar banyak waktu yang sia-sia, waktu yang seharusnya digunakan untuk sujud syukur padaMu karena aku masih diberikan waktu untuk merasakan ramadahan kali ini, waktu yang seharusnya digunakan untuk memohon ampun karena bulan ini adalah bulan penuh ampunan.

Aku langsung beranjak dari tempatku, dan mengambil air wudhu, subhanallah air ini begitu menyejukan, bahkan menyejukan hati ini. Ampuni hambaMu ini Rabbi. Ku lanjutkan sujud-sujudku, dan disetiap sujudku ku menyampaikan salam rinduku pada ibuku tercinta, kelak kita akan bertemu disyurgaNya.

Sahur!! Sahur!! Terdengar anak-anak kecil keliling untuk membangunkan sahur pertama dalam bulan ramadhan. Aku duduk dibale kecil, yang dulu aku dan ibuku duduk bersama untuk sahur, tidak ada yang berbeda, masih ada lampu tempel itu, lauk pauk yang sengaja aku buat sama dengan masakan ibu dulu, yang membedakan hanya tidak ada ibu.

Tok!! Tok!! Tok!! Terdengar keras suara pintu, beranjakku langsung membukanya, dan aku terkejut saat aku membuka pintu dihadapanku ini adalah anak-anak yang dulu ibu sering memberikan makanan jualan yang ibu sisihkan, yang saat makanan itu diberikan pada mereka aku langsung ngambek, yang saat makanan itu diberikan mereka langsung memeluk ibuku, yang membuatku merasa iri.

Aku langsung menyuruh mereka masuk, dan mengajak mereka sahur bareng. Rumah tua ini seketika menjadi ramai dengan canda tawa mereka. “apapun yang terjadi, yakinilah Allah akan selalu memberikan yang terbaik untukmu” aku ingat kata-katamu ibu, dan sekarang Allah mengirimkan malaikat-malaikat kecil ini kerumah, menemani sahur pertamaku, padahal aku sempat menyalahkanMu, ampuni aku ya Rabbi atas prasangka-prasangka burukku padaMu, di bulan penuh ampunan ini, aku memohon ampun karena kunyakin Engkau Maha Pengasih lagi Maha Pengampun.

Dan aku berharap, keramaian rumah tua ini tidak sampai saat sahur selesai, tapi saat hari kemenangan itu datang. Bahkan sampai hari kemenangan yang abadi yaitu saat kita bertemu di jannahNya kelak.

Dan ku harus meyakini dalam hati ini, kalau Kau mengirimkan mereka untukku, sebagai tanda cintaMu padaku, ampuni aku ya Rabbi.